Pages

Senin, 10 Februari 2020

DELAPAN

Posted by Ulvina Haviza On 00.06 No comments


Sewindu bersamamu, seperti judul sebuah lagu yang cukup populer beberapa tahun yang lalu.
Sudah sewindu ku di dekatmu
Ada di setiap pagi, di sepanjang harimu
...........” by: Tulus
Ah, jangan dilanjut liriknya, sudah tak pas mewakili kita, hehe. Tak terasa sudah menginjak angka ini untuk perayaan cinta kita. Lebih tepatnya perayaan sebelum cinta kita dimulai, perayaan yang sejak saat itu kita mulai bergandengan tangan, saling memeluk, bahkan lebih (he...he...)

Dan seperti kata-kata mereka di luar sana tentang sebuah rumah tangga, berumah tangga itu tak mudah. Kita juga pernah melalui masa-masa sulit tentang saling menyesuaikan diri di awal-awal pernikahan, terlebih tentang memilih pola komunikasi.  Maklum, kita berdua sama-sama belum pernah pacaran, jadi tak tau apa yang mesti dilakukan saat komunikasi diantara kita ada yang tak pas, saat aku ngambek, saat kamu diam, saat aku nangis, saat kamu cuek. Ah.....

Bahkan dulu di awal-awal pernikahan, aku sempat menumpahkan keluh kesah dan kekesalanku melalui secarik kertas,  semua rasa pernah kutumpahkan disana, lalu kuberikan pada suami,  setelah itu barulah kami mulai bicara,  pembahasan dari hati ke hati. Lucu sekali.  Saat itu aku merasa lebih leluasa meluapkan emosiku melalui tulisan dari pada bicara panjang lebar yang rasanya hal-hal yang ingin kusampaikan tak terutarakan semua. Begitulah,  kami juga pernah melewati masa-masa itu,  masa dimana komunikasi lewat kata rasanya sungguh sulit,  lebih sulit dari menyusun kata-kata saat hendak bertemu artis idola atau Pak Presiden Indonesia. Hehe, Lebay....

Di lain waktu, pernah juga karena sangat kesalnya,  aku menangis sejadi-jadinya seperti anak kecil di dapur,  sesenggukan, hanya karena masalah sepele. Ya, hanya karena tiba-tiba ia mendadak lembur di kantor di luar waktu yang diperkirakan, dan aku telah menunggu lama. Kalau tidak salah kejadian itu baru di beberapa bulan usia pernikahan kami.  Sepele sekali memang. Tapi karena sifat lelaki si suami yang tak peka ini,  sedikitpun ia tak menghampiri, makin jadi lah ngambeknya. Mungkin dia bingung menghadapi perempuan tak jelas ini dengan emosinya yang tak jelas pula, haha....Padahal saat itu, satu-satunya yang diharapkan sang istri adalah dihampiri,  ditanyai,  dipeluk, dibelai, dan seterusnya,  hihi. Yaa.....drama memang.

Hingga suatu ketika,  saat kami sedang dalam suasana tenang,  sedang tak dalam perdebatan,  kusampaikan segala yg mengganjal didada,  terutama tentang sifat perempuan yang senang jika ditanyai jika ia sedang bersedih hati,  meski seringkali mereka kadang masih sok-sok jual mahal dengan bilang,  ga ada apa-apa, ato bilang ga usah tanya-tanya, padahal tetap saja mereka ingin ditanyai dan diberi perhatian.  Yaaa,  perempuan memang rumit,  termasuk aku satu diantaranya.
Lain lagi dengan drama masak-memasak. Ceritanya ingin membuktikan kalau aku bisa memasak, maka coba-coba lah masak masakan jawa dengan panduan buku. Mencoba mengikuti segala instruksi yang ada di buku sedetail mungkin, memotong kunyit sepanjang 5 cm sesuai instruksi, dan benar saja, alhasil sepanci ikan kuah asem itu pahit-sepahitnya, rasa jamu. Dan seperti layaknya pengantin baru dan cerita-cerita romantis dalam novel cinta, dia menjawab manis, “ga apa-apa, ntar Mas habisin,” hehe. Jawaban yang bikin meleleh dan hati adem saat itu, tapi ya ga mungkin lah istri sholehah ini tega membiarkan suami tercinta terpaksa menelan masakan pahit itu hanya demi menyenangkan hati sang istri. Secepat kilat kubuang kuah masakan yang pahit itu, ngulek bumbu lagi, trus aduk-aduk lagi, masak lagi, yaa lebih better dikit lah, hehe.....Sabar ya sayang.

Drama tentang kehidupan pengantin baru tak sampai disitu saja. Saking ingin mempraktikan nasehat para ustadz tentang berhias di depan suami, jadi lah istri sholihah ini bersolek di depan cermin tengah malam sambil menunggu suami pulang dari ikut kajian rutin hari itu. Berbekal peralatan make up yang dihadiahi ibu mertua sebagai seserahan saat menikah, maklum selama ini belum punya peralatan make up sendiri karena tak terbiasa, punya lipstik itupun cuma lipbalm sebagai pelembab. Dan ya, make up sambil mengantuk, entah apa yang jadinya. Menurut beta sih udah cantik-cantik aja, tapi saat dibukakan pintu si suami senyum-senyum sambil nanya, “Dinda dandan?” mungkin dia ingin ngakak tapi ga tega. Lah aku yang saat itu kege-eran dikira tambah cantik dengan make upku ya bahagia-bahagia aja. Besoknya baru dia bilang, lebih cantik ga pake make up, kayak hantu (hahaha........) menciut lah mental beta. Setelah itu tak pernah dandan lagi sama sekali kecuali sesekali memakai lisptik warna natural saat pergi kondangan, sampai-sampai itu make up kadaluarsa dan dibuang, hufffffff....... Tapi hingga saat ini moment itu menjadi hal lucu yang selalu kami kenang.

Dan baanyaaaaaak lagi segudang cerita cinta dalam pernikahan kami. Tentang kecerewetanku dan tentang kesabarannya, itu mah cerita yang sangat biasa dan selalu terjadi dalam rumah tangga kita. Hingga kini, hingga di tahun ke delapan rumah tangga kami, yang kalau kata penulis Kang Fahd , semoga kita selalu bisa mengusahakannya “Berumah dalam cinta, di Tangga menuju surga,” eaaaaa.......

Kini kita telah sampai pada tantangan berikutnya dalam perjalanan berumah tangga, menghadapai si buah hati yang sudah beranjak masuk Sekolah Dasar, pusing tujuh keliling memilihkan sekolah yang tepat untuknya, galau dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi beberapa tahun ke depan dengan pendidikan mereka. Ya,...anak-anak kami sudah semakin besar saja. Si Mas Adlan yang sudah mulai bisa diajak diskusi dan kompromi tentang hal-hal yang akan kami lakukan, secara emosi dia lebih dewasa, mungkin karena anak pertama. Sedangkan si adek lain lagi, lebih drama dari pada Masnya, menuruni sifatku katamu. Kita berangkat kerja atau kamu berangkat sholat ke mesjid aja, adek pakai menangis tersedu-sedu dulu, padahal air matanya tak keluar. Hmmmm....mungkin aku memang sedrama itu sebagai emak-emak. Namun sungguh aku begitu bahagia memiliki mereka berdua, juga memilikimu di sampingku, eaaaaaaa. Entah bagaimana jadinya kehidupan kita jika tanpa ada Adlan dan Arkhan, mungkin drama kehidupan kita akan lain lagi jalan ceritanya, jalan cerita yang mungkin saja tentang drama sedih yang membayangkannya saja aku tak ingin.

Padamu, lagi-lagi di tahun ini, tahun-tahun yang lalu, dan tahun-tahun berikutnya dalam rumah tangga kita nanti, terima kasih untukmu selalu menyediakan telinga untuk mendengarkan semua ceritaku, mulai dari cerita terpenting hingga cerita paling receh pinggir jalan. Cerita bahagia, bahkan cerita tentang luka dan duka. Dan benar kata-kata puitis dalam lagu-lagu sendu yang sering kuputar, bahwa “Bukankah luka menjadikan kita saling menguatkan”, apalagi tentang bahagia, maka akan lebih menguatkan kita. Kepadamu suamiku tercinta, terima kasih untuk sewindu yang bahagia dan banyak cinta. Semoga Allah selalu satukan kita hingga jannahNya, hingga bertemu Rasullullah, seperti cita-citamu di awal pernikahan kita. Selamat ulang tahun pernikahan kita yang ke sewindu sayangku***
4 Februari 2020
(Pic: When we were young, nine years ago. Sebelum kamu berani ngajak nikah, hehe)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar