Pages

Sabtu, 28 Mei 2011

Suatu Saat Aku Akan (Rindu) Pulang

Posted by Ulvina Haviza On 07.38 No comments


Mungkin bagi sebagian orang, tulisan ini hanyalah bagian dari sebuah kemelankolisan dalam diri saya, namun saya tak begitu memikirkan, apapun pendapatnya. Mengutip dari salah seorang teman, dunia kata (menulis) ini milik saya, jadi ada kebebasan di dalamnya, jika merasa tertarik, silahkan membacanya, jika tidak, ingin berpaling atau mengacuhkannya, silahkan saja.
Ah, cukup bingung juga ingin memulai kisah ini dari mana. Yang jelas, sekarang semuanya tertumpuk di benak ingin segera dikeluarkan. Namun yang sebenarnya menjadi tujuan adalah kata pamit yang tak sempat terucapkan.
Aku memilih terbang kesini. Tunggu dulu, aku masih sedikit ragu, apa benar aku yang memilihnya. Yang jelas, saat itu yang ada di benakku aku harus segera mendapatkan pekerjaan, tidak bisa tidak. Dan aku pun berangkat, dengan harapan bagaimanapun caranya aku harus segera diterima bekerja. Pekerjaan yang cukup layak tentunya. Sebab tak mungkin terus-menerus menggantungkan hidup pada orang lain tentunya, meskipun itu saudara kandung sendiri.
Dengan usaha yang cukup dan doa yang entah sudah seberapa, lalu aku mendapatkan takdir-Nya. Aku diterima. Yang tadinya aku berpikir, mungkin aku akan kesulitan nantinya. Sulit mengendalikan sifat mudah bosanku dengan pekerjaan yang monoton nantinya. Aku yang terbiasa bekerja secara lepas dan di alam bebas. Meski entah kapan waktu mengerjakannya, yang jelas segalanya dapat tertuntas. Tapi inilah jalannya. Dan aku pergi.
Di sana, banyak yang kutinggalkan. Mimpi-mimpi yang telah lama kususun kuganti dengan mimpi-mimpi baru yang lebih besar. Dan di sana ada banyak nama dan rasa yang hanya bisa dikenang dan mungkin suatu saat akan terlupa. Sebab adanya kelemahan di otakku ini. Memori jangka pendekku bagus, namun memori jangka panjangku sering kacau. Karena itulah seringkali aku menuliskannya, agar saat lupa aku dapat membongkarnya kembali di beberapa file, mengingatnya saat kembali membacanya.
Ini saja, aku cukup kesulitan untuk mengumpulkan sisa memoriku. Yang jelas, di sana aku meninggalkan hampir segalanya. Yang suatu hari nanti aku akan sulit menemukan alasan yang tepat untuk kembali pulang. Akankan di sana nanti masih ada yang ingat akan sosokku, ataukan semuanya pun telah pergi mejemput takdirnya masing-masing. Yang jelas, di sana tak hanya ada cinta, tapi ada juga air mata. Di sanalah pertama kali aku menemukan dunia kerja juga ikatan keluarga yang tanpa pertalian darah sebelumnya. Namun yang paling banyak bersua adalah cinta, cinta, dan cinta saja.
Cinta seorang kakak kepada adiknya, tanpa pamrih, membimbing, menasehati dan menunjukkan jalan jika salah, yang rasa sayangnya tulus menetes sampai ke jiwa. Sampai-sampai aku lupa, apa benar tak ada pertalian darah di antaranya. Lalu aku menemukan cinta lainnya. Yang sebaliknya, seorang adik yang mencintai kakandanya. Cinta dalam kemanjaan, yang penuh harap untuk dibimbing, penuh harap untuk didampingi, penuh harap  untuk belajar dan semangat menggelora untuk menggali ceruk-ceruk ilmu. Sang kakak panutan dalam segala-galanya, dalam kebaikan juga cintanya.
Ada pula cinta dalam sebaya, terbingkai dalam persahabatan. Cinta yang penuh kelembutan di dalamnya. Jiwa-jiwa yang saling mengingatkan dan bertenggang rasa. Berbagi cerita, luka dan suka. Yang sesekali ada pertengkaran kecil dan sisi egois di dalamnya, namun segalanya kembali terbingkai oleh kasih sayang yang tak mudah pudar di dalamnya. Cinta yang rasa-rasanya tak akan pernah putus dan terganti. Yang segala-galanya bagi jiwa. Cinta yang menghadirkan saudara jiwa.
Namun ada cinta lainya, yang tak bisa tidak terelakkan. Cinta muda-mudi yang menggelora. Antara kau dan dia, dia dan saya, saya dan lainnya. Perasaan suka yang sering kali tak disadari keberadaannya, muncul karena sering terbiasa, interaksi yang tak berjeda, juga karena awal-awalnya hanya canda. Dan seringkali cinta yang terakir ini lah yang paling egois hingga mampu memutuskan kasih sayang abadi antar saudara. Cinta yang bahkan rasanya begitu melukai hati jika tak sesuai dengan yang disangka, cinta yang kadang bahkan bisa menyebabkan air mata. Ah, cinta yang sungguh dengan kemelankolisannya.
Itu barulah hanya hal-hal yang indah-indah saja. Masih banyak ragam perasaan lainnya di sana. Bahkan di tempat itulah pertama kalinya aku menemukan kebencian yang sangat pada seseorang. Saat mereka melakukan fitnah atasmu, saat mereka menusukmu dari belakang, saat mereka memilih meninggalkanmu atas khilaf yang terlakukan olehmu, saat seseorang menyalahkanmu  atas kesalahannya yang kamu terlibat satu tim dengannya, yang karena ia lebih tua darimu. Namun segalanya dapat dan harus dilupa oleh mantra bahwa kita adalah satu keluarga. Yang suatu kali sempat terpikirkan apakah benar-benar keluarga ataukah keluarga-keluargaan saja.
Di sana juga ada kebanggaan dan keberanian. Menakhlukkan segalanya, mulai dari tukang sapu hingga para pejabat sekalipun. Mulai dari tempat yang biasa didatangi hingga tempat yang sama sekali belum pernah terjamahi. Bahkan sempat menjelajahi hutan belutan denga judul memupuk kebersamaan. Dan itu sering kita lakukan. Dari tempat wisata hingga alam terbuka yang tak selalu ramah. Kita menakhlukkannya. Dan kita berbangga, yang bagi sebagian orang entah sebab apa adanya rasa bangga. Yang jelas, di sanalah mula kumendapatkannya. Dan aku pernah merasakan bahagia.
Namun, di sanalah keinsyafan menyapa, memang segalanya tak ada yang sempurna. Dimanapun dan bagaimanapun keadaannya. Dan di sanalah proses pendewasaannya. Di sana aku telah mendapatkan teman sejiwa yang sebenar-benarnya. Yang aku mencintainya karena Allah, dan diapun sama sebaliknya. Yang memaksaku berpikir bahwa, suatu saat aku akan rindu untuk pulang. ***Ulvina Haviza



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar