Pages

Rabu, 23 Februari 2011

Sungguh Allah Sayang Padanya

Posted by Ulvina Haviza On 20.33 No comments


Oleh Ulvina Haviza

Dalam perjalanan hidup yang masih berbilang baru sepenggalah  ini, banyak makna yang baru disadari pelajaran berharga darinya ketika segalanya telah lampau jauh terlewat. Seperti kala mengingat kisah seorang saudari yang Allah berkenan pertautkan hati ini dengannya.
Siapa sangka gadis berhati lembut itu dulunya hanyalah gadis biasa-biasa saja. Satu dari selautan manusia yang tak senang jika masalah agama dibawa-bawa praktiknya ke dalam sendi-sendi kehidupan hari-harinya. Sungguh tak senang hatinya saat pemerintah kota tempat ia bersekolah saat itu mengeluarkan titah bahwa seluruh murid dan guru di tiap sekolah wajib mengenakan busana muslimah dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Betapa menggerutu hatinya saat itu. Ingin marah dan menentang, namun itu adalah peraturan pemerintah yang tak bisa tidak untuk dijalankan oleh setiap warga kota.

Apa boleh dikata. Pikirnya saat itu, inilah saatnya jiwa-jiwa pemberontaknya harus segera dibebaskan dari kungkungan pikiran dan peraturan yang sungguh menyesakkan baginya itu. “Ingin berjilbab atau tidak merupakan hak azazi setiap orang, mana boleh pemerintah memaksa-maksanya dengan aturan,” berontaknya kala itu. Ia tak sendiri, puluhan jiwa-jiwa pembeontak lain ikut bergabung menguatkan opininnya. Semakin membuatnya merasa jalannya saat itu semakin benar.
Dan benarlah ianya, gadis manis itu memutuskan diri untuk menjelma sebagai penentang. Di Sekolah Menengah Atas tempat ia menimba ilmu masa itu, sang gadis yang merupakan salah seorang petinggi di kalangan para siswa, juga merupakan senior yang cukup disegani.
Dan konspirasi itupun dimulai. Sang gadis lebih memilih berkawan dengan mereka yang berbeda keyakinan dengannya, atau boleh dikata hampir semua teman-temannya adalah mereka yang non muslim. Tak sekalipun ia mau mengenakan penutup kepalanya saat pergi bersekolah. Bahkan saat salah seorang guru menegur, dengan bijak ia dan teman-temannya menjawab, “Kami kan sudah kelas 3 Bu, jadi nanggung kalau beli baju baru lagi, ”. Apa boleh dikata, masalah ekonomi yang menjadi alasan, tentu sang guru tak berani lagi memaksa-maksa saat itu. Bisa panjang nanti urusannya bila telah menyangkut kemampuan ekonomi orang tua. Begitu agaknya.
Tak sampai disitu saja, ketaksenangannya bahkan mulai menjelma jadi kebencian pada mereka yang memilih taat pada perintah berbusana muslim ke sekolah itu, terlebih pada mereka yang mengenakannya secara “berlebihan” menurutnya. Yaitu mereka-mereka yang berbaju lebih longgar dan mengulurkan panjang jilbabnya sampai ke dada. Mengenalinya pun mudah saja, pastinya mereka tergabung dalam organisasi Rohis sekolah. Begitulah. 
Konspirasi jahat namun menggelikan itupun berlanjut. Kali ini dengan menggunakan kekuatan jabatan pentingnya dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Si gadis bersama teman se-genknya berencana akan menggagalkan setiap rencana kegiatan OSIS yang diajukan oleh mereka yang bagi si gadis disebut “genk jilbaber” yang juga sama-sama tergabung dalam OSIS. Kegiatan apapun yang diajukan oleh genk jilbaber yang tentunya berkaitan dengan kegiatan keagamaan, selalu ia tentang dan selalu saja ia dan teman-temannya memiliki alasan untuk menggagalkannya. Ada-ada saja bantahannya. Dan tahukah, betapa bangganya ia saat itu. Penggagalan yang selalu sukses menurutnya. Hmmm……
Sebenarnya jika ditanya, ia bukannya tak suka pada takdir yang menggariskan bahwa dirinya adalah seorang muslim yang beragama islam. Hanya saja baginya kewajiban mengenakan jilbab atau tidak, adalah hak penuh dirinya untuk memilih melaksanakan, maupun tidak menjalankannya. Jadi tak seorang pun boleh memaksa.
Segalanya semakin melenakannya hingga kemudian kewajiban shalat pun mulai jarang dikerjakan olehnya. Saat itu, teman-temannya sungguh begitu besar berpengaruh baginya. Sempat suatu kali hatinya tergerak untuk ikut shalat berjamaah di mushala sekolahnya, saat itulah sang teman genk beraksi. Mereka bersama-sama menyembunyikan alas kaki si gadis saat ia sedang shalat. Kaos kaki dan sepatu masing-masing ditaruh terpisah di beberapa pohon. Hingga betapa kesulitan ia mecarinya usai shalat. Sejak saat itu, ia tak mau lagi ikut shalat berjamaah di sekolahnya. Kapok. Takut kalau-kalau teman se-genknya itu kembali mengerjainya.
Dari segala hal yang terjadi di hidupnya itu, satu hal yang mungkin cukup mengherankan, yaitu fakta bahwa ibunda si gadis merupakan seorang guru agama di salah satu sekolah, di kota tempat tinggalnya. Ya, begitulah adanya. Meski demikian, tak begitu ada pengaruhnya baginya. Meski kedua orang tua telah sering menasehati bahkan memaksa agar ia  mulai menutup auratnya mengenakan jilbab. Namun sia-sia.
Semua episode kekerasan hatinya itu berlanjut hingga ia menamatkan bangku sekolah dan mulai menjejakkan kaki di perguruan tinggi, hingga akhirnya berpisah jua dengan teman-teman genk yang dulu mereka sering berkonspirasi itu. Dan gadis jelita itu belum jua mau menutupkan jilbab ke rambut hitamnya yang indah terurai. Namun tanpa teman se-genk disisi, ianya hanya bisa mulai menapaki hidup menjadi gadis biasa-biasa saja, mahasiswa biasa, tanpa konspirasi-konspirasi aneh lagi yang berkelebat di otaknya.
Hingga pada suatu waktu yang sama sekali tak pernah terbayangkan olenhya,rasa tak senang dan benci itu kembali datang menghampirinya, masih di tahun pertama masa-masa status mahasiswanya. Kakak lelaki yang begitu dicintainya, yang berkuliah di kampus yang berbeda dengannya, malah bergabung kedalam komunitas yang disebutnya anak-anak Rohis waktu masa sekolah dulu. Kali ini namanya berganti menjadi anak-anak Forum, begitulah sebutannya. Sungguh tak suka dan menyesal dalam hatinya, mengapa sang kakak bergabung dengan kumpulan orang-orang  “kolot” baginya itu. Gayanya berubah, cara perpakaiannya ketinggalan zaman, bahkan cenderung bak orang yang telah berumur. Oh, mengapa kakandanya ikut-ikutan jadi orang aneh begitu?
Dan begitulah adanya, hingga orang tuanya pun mulai menyerah untuk memaksanya mengenakan jilbab. Tapi sang ayah punya trik lain, bukan dengan paksaan, hanya dengan sekalimat lembut yang jika diteliti lebih lanjut masih mengandung nada memaksa di dalamnya. “Nak, papa akan selalu memberimu uang untuk biaya kuliah, namun selama kamu tidak menutup aurat dan mengenakan jilbab, papa tak akan pernah rela atas uang itu. ” Begitulah kira-kira redaksinya yang diucapkan sang ayah.
Sungguh bergolak hatinya kala itu. Dalam pikirnya, bagaimana bisa sang ayah berlaku begitu padanya, bagaimana bisa ayahnya memaksanya dengan cara begini, bagaimana bisa ia menggunakan uang utuk segala aktifitas perkuliahannya sementara sumber pemberi uang itu tiada merelakannya. Ah, betapa kalutnya ia.
Dan dari sanalah awal ledakan dalam hidupnya dimulai, meski segalanya berawal dari sebuah paksaan. Keadaan sekitar yang memaksanya. Namun dasar kelembutan di hatinyalah yang sebenarnya tiada pernah hilang. Akhirnya, mau tak mau ianya menurut saja. Sejak saat itulah ia mulai menutup auratnya, mengenakan jilbab ke kepalanya. Meski baru setengah-setengah dan dengan perasaan yang terpaksa. Jilbab hanya digunakan saat akan ke kampus saja, selebihnya tidak. Namun ia telah melangkah. Kali ini ia tak mampu melawan orang tuanya, sang ayah. Bagaimana ia akan hidup menggunakan uang yang tiada kerelaan di dalamnya.
Segalanya berlanjut hingga Allah dengan lembut perlahan menyentuh hatinya. Seperti yang difirmankan-Nya dalam Al-Quran. Karena Allah tahu mana hati-hati yang mau mendengarkan dan mana yang tidak. Dan itu hatinya, hati gadis itu. Akalnya memberontak dan hatinya berderak untuk menuntunnya mengambil langkah itu. Untuk menutup auratnya selalu, karena sebenarnya, jauh dilubuk hatinya, ia tahu mana sebenarnya benar dan mana yang terbesit suatu ketidakbenaran di dalamnya. Dan ia pun memilihnya. Ah, sungguh Allah sayang padanya, gadis itu.
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S Al-Ahzab: 59)
Setelah beberapa tahun berselang, akhirnya si gadis melangkah mengikuti jejak kakandanya. Mulai mengenakannya secara kafah. Rok panjang yang anggun, baju lengan panjang nan manis, serta jilbab cantik yang panjang terurai ke dadanya, tak lupa sepasang kaos kaki menutupi kakinya. Kini ia begitu mempesona. Dan siapa sangka ia begitu mencintai jalan yang kini dipilihnya. Jalan yang dulu betapa ia membencinya.
………….Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal  itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal  itu tidak baik bagimu.Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Al-Baqarah: 216)***



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar