Pages

Selasa, 01 Mei 2018

Kepada Rika yang Terlalu Baik Hatinya

Posted by Ulvina Haviza On 20.38 No comments


Pertemuan kita dimulai semenjak sama-sama berkuliah di tempat yang sama, jurusan yang sama, dan kelas yang sama selama 3 tahun. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba kita menjadi dekat, mungkin karena kau orang baik, bahkan teramat baik, hingga bersedia memulai pertemanan dengan orang sepertiku. Kita seperti sepemikiran, apalagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan. Kamu termasuk bintang kelas yang bersinar saat itu, pintar, mahasiswa yang paling rajin, tugas selalu sempurna, nilai ujian di atas rata-rata.


Dan entah bagaimana awalnya, tiba-tiba kita menjadi dekat, hingga pada tahap aku mulai sering memanfaatkan kamar kosanmu sebagai tempat melepas lelah saat menunggu jadwal kuliah berikutnya. Dan lama-kelamaan aku menjadi semakin seenaknya, mulai mengganggap kamar kosanmu seperti milikku sendiri, numpang makan dan tidur berkali-kali.

Semua berjalan begitu adanya hingga sampai saat aku memutuskan untuk bergabung dengan sebuah organisasi. Sebuah organisasi yang cukup berbeda dari yang lainnya, sebuah organisasi yang menuntut totalitas lebih dari kebanyakannya. Ya, organisasi surat kabar kampus. Semenjak saat itu waktu dan perhatianku banyak tersita olehnya, hingga pada akhirnya kau menjadi yang nomor dua. Setiap waktu senggang saat menunggu kuliah telah jarang kuhabiskan bersamamu, lebih banyak kuisi dengan mengerjakan tanggung jawab organisasiku, membuat berita, melakukan wawancara, hunting narasumber, menulis pusi atau cerpen. Maka hanya sisa waktuku lah yang kuhantarkan kepadamu.

Tapi kau tak pernah marah, tak pernah merasa lelah dengan teman sepertiku. Tak pernah merasa bahwa aku hanya memanfaatkanmu. Ya, karena kamu yang terlalu baik hatinya. Sering aku datang padamu hanya disaat-saat lelah dan bebanku terasa memuncak, stres dengan tanggung jawab organisasi yang rasanya tak kunjung terselesaikan, bingung dengan tugas-tugas kuliah yang akhir-akhir ini hanya mampu kukerjakan dengan pas-pasan. Aku mendatangimu di saat-saat lelah habis bergadang semalaman mengerjakan laporan utama surat kabar hingga pagi, dengan mata mengantuk menghampiri kos-kosanmu untuk numpang tidur seperti biasa. Ah....betapa jahatnya aku. Dan kamu, bepata tulusnya masih mau menerima  seorang teman sepertiku.

Kepadamu, aku menjadi seperti seorang kekasih kepada selingkuhannya. Kekasihku yang utama saat itu  adalah organisasi, lengkap beserta orang-orang yang di dalamnya. Dan padamu aku datang saat mengeluhkan segala penatku, saat aku membutuhkan teman. Maklum, karena menomorsatukan organisasi, maka nyaris aku tak memiliki teman dekat di jurusan, dan kamulah yang setia menerimaku apa adanya, dengan perhatian seorang teman yang tiada habisnya. Kamu ingat kamu bahkan mengijinkanku untuk menginap di kos-kosanmu padahal saat itu kau tak ada disana, sedang pulang kampung ke tempat ayah ibumu, haha....benar-benar rasa memiliki yang tinggi pada diriku saat itu.

Saat kesedihan memuncak pun, aku menumpahkannya dengan berbaring di kos-kosanmu. Saat ibuku di panggil Allah, saat harus hidup berjuang di kota Padang sendirian, maka padamulah aku sering mencari teman. Terima kasih atas segala waktu yang tak pernah bosan untuk kau berikan. Padamu, aku hanya menambahkan kesulitan yang tak habis-habisnya. Sampai saat handphone-mu hilang saat suatu kali menginap di rumahku untuk mengerjaan makalah Tugas Akhir, tugas kita tak terselesaikan, malah telepon genggammu dicuri maling yang masuk ke rumah malam itu, dua buah pula, tiga dengan handphoneku yang juga turut dicuri. Tapi HP punyamu saat itu baru saja dibeli dan dengan kapasitas telepon yang lebih canggih. Ah, betapa merasa bersalahnya aku saat itu. Ingin menggantikan Hpmu yang hilang, tapi tak punya uang karena aku hanyalah mahasiswa yang pas-pasan saat itu. Ongkos untuk pergi kuliah pun harus kusambung dengan menghasilkan beberapa tulisan di Surat Kabar atau bekerja sampingan membuat kue di hari Sabtu atau Minggu. Maka jadilah Hpmu hilang begitu saja. Maafkan aku ya teman.

Begitulah hubungan kita hingga menamatkan perkuliah bersama. Ya, karena kamu yang terlalu baik hatinya, hingga mau menjalin pertemanan denganku yang begini adanya.
Bahagia itu ketika akhirnya kita sama-sama merantau di Jakarta, sama-sama berusaha mencari pekerjaan di Ibukota, tapi sayangnya Allah tak mentakdirkan kita bekerja di tempat yang sama, dan itulah memang yang terbaik. Namun dengan berada di tempat yang sama, seolah Allah ijinkan ikatan persaudaraan kita tetap terjaga. Padamu Allah ijinkan terjalin persaudaraan yang semakin dekat, hingga semua rahasiaku, semua baik dan burukku kutumpahkan padamu, kau pun begitu. Bagiku kau kini lebih dari sekadar teman, kau adalah saudara. Bahkan sejak aku terlebih dahulu menikahpun sekitar 6 tahun yang lalu, tak mengurangi rasa persaudaraan kita.

Aku sangat senang saat kau sedih dan dilanda kebingungan, maka aku lah yang kau cari, aku lah yang kau curhati. Aku merasa seperti keberadaanku berharga disisimu. Seolah membalas apa yang dulu kau lakukan untukku, aku akan selalu berusaha ada untukmu, meski pada kenyataannya kamu lah yang selalu berusaha menyempatkan diri untuk mengunjungi rumahku , karena alasan aku belum bisa bepergian keluar terlalu jauh karena dua bocah yang masih kecil. Ah, lagi-lagi begitu pengertiannya dirimu.

Hubungan dua persahabatan adalah hubungan yang saling, maaf jika selama ini kamulah yang sering bersabar dan berkorban untukku.
Melukaimu, entah telah yang keberapa kalinya. Saat ujian kesabaran tentang penantian sebuah jodoh, aku pun sempat membuatmu menangis, mempertanyakan tentang kesabaranmu, tentang seberapa besar kegigihanmu, tentang keikhlasan di hatimu, hingga kamu menumpahkan air mata. Ah,...betapa menyesalnya aku saat itu, seolah tak mengerti betapa sensitifnya mereka yang sedang dalam penantian.

Betapa bahagia luar biasa saat menerima kabar tentang akhir dari penantian yang akhirnya datang juga. Pangeranmu akhirnya datang menjemput, dengan cara-cara Allah yang indah. Tentang semangatmu yang tiba-tiba ingin belajar tentang ta’aruf, hingga Allah bukakan jalan kebaikan untukmu, Allah permudah langkahmu untuk mengikuti berbagai kajian islam semenjak saat itu, Allah lembutkan hatimu untuk menerima kebenaran dan kebaikan, hingga akhirnya menjadi dirimu yang saat ini. Seperti janji Allah, laki-laki baik untuk perempuan baik, dan perempuan baik untuk lelaki baik pula.

Proses pernikahanmu yang begitu cepat kilat, seolah Allah ingin memperlihatkan kejaiban bagi mereka, orang-orang yang sabar menunggu dalam kebaikan sepertimu, orang-orang yang sabar menunggu dengan memperbaiki diri, bukan dengan meratapi diri. Seperti doa ayah ibumu, tak Allah ijinkan adikmu untuk menikah terlebih dahulu, Allah kirimkan secepat kilat jodohmu, hingga hanya dalam rentang waktu sebulan saja, akad itu dapat terlaksana. Jika Allah telah berkata kun, maka fayakun. Allah selalu punya jalan yang indah bagi hambaNya yang terlalu baik sepertimu.

Kepadamu, seorang teman yang terlalu baik hatinya, maaf atas segala luka yang pernah ada dalam persahabatan kita. Maaf karena sering sok menasehatimu, bahkan kadang mengguruimu. Maaf karena selalu memintamu bersabar karena keadaan dan kekuranganku. Semoga Allah jaga persaudaraan kita hingga ke Surga. Aku menyayangimu karena Allah, InsyaAllah.***
  
  




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar