Pages

Kamis, 07 Februari 2019

TUJUH

Posted by Ulvina Haviza On 00.09 No comments


:Setyo Nugroho
Kutulis dengan segenap rasa, kepadamu seseorang yang telah kupercayakan diri dan sepenuhnya hati. Tentang tujuh tahun perayaan cinta kita, tentu saja buncahnya tak lagi sama seperti di tahun-tahun pertama, namun padamu selalu kan kuupayakan memupuk rasa, memekarkan cinta. Rasa cintaku padamu seperti saat pertama.

Untukmu lelaki yang telah mengambil perjanjian yang berat, perjanjian yang setara dengan janji Allah dan Rasulnya, janji yang selalu berusaha kita jaga hingga kini, janji yang semoga selalu bisa kita genggam hingga di kehidupan setelah dunia nanti. Padamu kutanam cinta, kupupuk dengan kasih dan sayang agar ia selalu mekar meski kadang hembusan angin teramat kencang, dan badai ujian sesekali menghadang. Semoga ia selalu tetap berdiri kokoh, tetap tumbuh, membesar, dan tetap mekar.
Untukmu lelaki yang pada akhirnya hatiku telah berhenti pada hatimu, yang selalu menjadi penyebab degub jantung yang tak menentu, meski kadang tetap dihiasi letupan-letupan kecil dan segelintir gelisah. Padamu yang selalu menyediakan pelukan hangat yang menenangkan sebagai penawar lelah dan gelisah, pelukan yang selalu kucari saat gundah melanda, saat dunia di luar sana terasa begitu melena, saat beban hidup rasanya memberat. Padamu yang selalu berupaya menghapus gelisah, yang menyirami dengan kata-kata dan nasihat yang menenangkan hingga sedih perlahan berkurang dan hilang. Padamu yang selalu menyediakan bahu yang kokoh untukku menyandarkan segala sedih, tentang rindu pada Ibu dan Bapakku yang tak lagi bisa menyatu, tentang dosa-dosa masa laluku, tentang segala pilu, kau selalu menyediakan dekapan dan kecupan yang menguatkan.
Untukmu, ayah dari anak-anakku, yang selalu setia menemani  kedua buah hati, yang selalu menjaga mereka dengan hati-hati, walau kadang sesekali dalam lelah, tapi kau masih selalu dalam senyum yang cerah. Selalu berusaha menguntai pelangi di mata dua pelita hati. Padamu yang entah kemana kucari keluasan hati yang rela berbagi beban.
Untukmu yang tak pernah merasa risih merawatku kala sakit mendera, meski saat itu ragamu juga tengah sakit tak kalah sama. Padamu yang tak risih meringankan beban pekerjaan rumah tangga, ikut mencuci piring dan membuat istana kita cling.
Untukmu yang telah membersamai hidup saat indah cahaya dan malam gelap gulita. Kita masih sedang sama-sama berproses, masih sama-sama belajar seumur hidup, belajar menjadi sepasang suami istri, belajar menjadi seorang ayah dan ibu yang hakiki, sama-sama belajar menuju penyatuan jiwa dari dua raga yang berbeda. Barangkali ada hal-hal yang perlu kita sepakati lagi bersama, tentang mimpi dan cita-cita rumah tangga kita, tentang keinginan dan harapan yang ingin kita capai bersama, tentang cita-cita membesarkan anak-anak kita dengan bekal agama dan segala cinta. Ah, sayang semoga pada semua asa ini, Allah berikan jalan kemudahan.
Untukmu yang saat kubertanya bagian mana di diri ini yang mesti diperbaiki, kau hanya mengajak untuk kita sama-sama memperbaiki ibadah di diri kita. Katamu, nanti dengan sendirinya pribadi kita juga akan ikut terperbaiki. Ah, kamu selalu begitu, selalu punya jawaban-jawaban yang tak terduga.
Untukmu yang entah kenapa mencintaimu rasanya semakin dalam, sejak kecelakaan yang menimpa kita di pertengahan tahun lalu, turut menguatkan ikatan di antara kita, begitulah sekarang yang kurasa, dan sepertinya begitu pula yang kau rasa. Semakin mencintaimu, akhir-akhir ini semakin membuatku tersadar bahwa kita tak benar-benar saling memiliki, kita berdua hakikatnya hanya saling dititipi. Allah menitipimu dalam hidupku menjadi pendampingku, begitu pula sebaliknya keberadaanku di dalam hidupmu. Yang suatu hari akan ada saat perpisahan. Entah kenapa akhir-akhir ini sering terpikirkan tentang hal ini. Menghadirkan ruang murung dalam sisi batinku, kadang mengalirkan air mataku. Ah, sayang ada apa dengan diriku ini. Semoga Allah ijinkan kita untuk bisa selalu bersama-sama, menua bersama. Melihat anak-anak kita tumbuh dewasa, bahagia hingga ke jannahnya.
Padamu lelaki yang telah tujuh tahun membersamai hidup, terima kasih untuk segala warna sepanjang pernikahan kita, terima kasih untuk selalu menahan diri saat lelah dan amarah membuncah, terima kasih untuk setiap pelukan hangat dan setiap untaian doa kebaikan untuk pernikahan kita, terima kasih telah mencintaiku sebagai Ulvina Haviza yang begitu banyak kurangnya, terima kasih untuk tujuh tahun yang bahagia dan banyak cinta.***

                                                                                                                            4 Februari 2019





Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar