Pages

Kamis, 01 Agustus 2019

Dia Penanda Cinta yang Kedua

Posted by Ulvina Haviza On 19.16 No comments


Nak, kepadamu yang datang untuk kali kedua, Bunda akan ceritakan kisah tentang kedatanganmu. Engkau yang menjadi penanda cinta yang kedua bagi Ayah dan Bunda. Engkau yang datang disaat Mas Adlan memasuki usia ke-21 bulan. Kedatanganmu yang sempat Bunda hadapi antara siap dan tak siap. Bunda siap karena cukup terkejut ternyata Bunda bisa hamil lagi tanpa susah-susah untuk program hamil ke dokter sebelumnya, tapi antara tidak siap mengingat Mas Adlan yang belum genap 2 Tahun saat itu, takut seolah membagi kasih sayang darinya yang belum diwaktunya. Takut tentang Mas Adlan yang belum bisa mandiri, takut dengan begitu berarti fokus Bunda akan berkurang untuk merawat Mas Adlan, akan terbagi dengan perhatian untuk lebih memperhatikanmu yang masih berada dalam kandungan.

Tapi ya, akhirnya semuanya terlewati begitu saja tanpa terasa. Kehamilan kedua kali ini sempat diwarnai rasa was-was juga rasa lelah yang berlebihan karena masih mempunya anak yang juga masih batita dan masih butuh perhatian lebih. Bahkan entah kenapa Bunda sering tiba-tiba menangis sendiri karena baper dan bawaan hormon (hehe...nyalah2in hormon). Sempat juga merasa bersalah sama Mas Adlan tentang kasih sayang dan perhatian yang tak lagi full padanya, tentang kondisi Bunda yang mudah lelah dan bertambah lemah dengan kandungan yang semakin membesar. Benar-benar ga maksimal merawat Mas Adlan. Belum lagi di kehamilan kedua ini masa mual dan muntahnya agak lebih lama dari pada waktu hamil sebelumya, mungkin karena efek sering kelelahan juga. Hingga diusia kandungan 20 minggu lebih, Bunda masih sering muntah di pagi harinya saat bangun tidur, atau setelah tiba di kantor. Berbeda dengan saat hamil Mas Adlan dulu, masa mual muntahnya cuma sampai 16 minggu. Tapi alhamdulillah pola makannya tetap sama, doyan makan selama hamil, walaupun habis muntah, tetap langsung isi lagi, makan lagi, ngemil lagi.

Pernah saat usia kandungan adek memasuki bulan keempat, Mas Adlan terkena penyakit yang cukup parah, Flu Singapura.  Demamnya tinggi dan muncul banyak bintik merah di tangan dan kakinya, lebih-lebih di mulutnya banyak timbul bintik merah seperti sariawan yang banyak dan kecil-kecil. Bukan hanya tak mau makan, Mas Adlan sampai tak mau minum sama sekali, bahkan hanya seteguk air putih. Mungkin karena tenggorokan dan rongga mulutnya berasa sangat perih. Sampai-sampai Ayah dan Bunda harus memaksa Mas Adlan untuk minum susu, Ayah memegangi tangan dan kaki Mas Adlan dengan erat, sementara Bunda menyuapi susu sesendok demi sesendok, sambil Mas Adlan terus nangis dan teriak karena kesakitan. Maafin Ayah Bunda ya Mas, semua demi Mas Adlan agar bisa sembuh dan tak sampai dirawat di rumah sakit saat itu. Kasian Mas Adlan. Tapi juga kasian adek yang waktu itu masih berada dalam perut bunda, takut kalau-kalau Bunda tertular, tentu juga akan berdampak tak baik pada adek yang dalam kandungan Bunda. Berkali-kali Bunda mengelusmu yang sedang dalam perut Bunda, meminta adek untuk kuat dan sehat berada dalam kandungan. Alhamdulillah, berkat lindungan Allah, kita semua masih dijaga.

Sepanjang kehamilan adek, Bunda sering sekali merasakan sakit gigi. Memang karena salah Bunda juga sih yang tak merawat gigi yang berlubang sebelum hamil. Puncaknya sejak usia kandungan 7 bulan hingga kelahiran adek, hampir setiap hari Bunda merasakan nyut-nyutnya sakit gigi. Tak laku lagi pepatah tentang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati buat Bunda. Di usia kandungan 7 bulan ini pula kaki Bunda sempat keseleo karena tak hati-hati saat turun dari atas kasur, terpeleset hingga ada bunyi kreek dua kali saat itu. Untunglah segera membaik setelah dipijit ke tukang pijit langganan.

Karena sudah memiliki pengalaman di kehamilan pertama, di kehamilan kedua ini Bunda baru mendatangi bidan tempat rencana persalinan ketika usia kandungan memasuki 30 minggu. Setelah itu barulah setiap dua minggu sekali rajin kontrol kandungan dan ikut yoga hamil bersama para bumil-bumil lainnya. Hingga tibalah akhirnya episode menyambut kedatangan adek yang ditunggu-tunggu. Sama seperti Mas Adlan yang memasuki minggu ke-40, belum juga ada tanda-tanda kontraksi, meski sudah sejak seminggu sebelumnya Bunda makan buah nenas tiap hari, beberapa kali makan sate kambing, bahkan juga sempat beli durian.

Dua hari menjelang HPL Bunda mulai merasakan kram di perut yang tak seperti biasanya. Kram yang mulai hilang timbul, tapi masih jarang banget jarak kontraksinya. Sadar dengan tanda-tanda itu berkat pengalaman anak pertama, esoknya malah ikut menemani uni yang ingin shopping di ke ITC Depok saat itu. Selama berjalan di tempat perbelanjaan, sesekali kami berhenti saat kontraksi datang yang masih sekitar 10 menit sekali. Kontraksi yang terasa belum dengan kontraksi yang terlalu dalam dan sakit, kontraksi yang masih bisa ditahan, kontraksi yang masih di awal-awal pembukaan. Bahkan saat perjalanan pulang ke rumah kami bela-belain jalan kaki dari jalan raya sampai ke rumah, demi kontraksi ceritanya, hehe..... dan kontraksi seperti ini terus berlangsung hingga tengah malam, hingga subuh, hingga pagi menjelang. Lagi-lagi berkat pengalaman anak pertama, Bunda telah mempersiapkan diri dan stamina untuk tak bisa tidur sampai pagi menikmati kontraksi yang semakin meningkat level rasa sakitnya.

Benar saja, kontraksi yang datang semakin intens tak memberi kesempatan Bunda untuk memejamkan mata. Saat kantuk benar-benar menyerang, Bunda sempat ketiduran, namun baru lima menit terlelap, tiba-tiba terbangun lagi karena kontraksi yang datang, begitu seterusnya hingga subuh menjelang. Esoknya, dari pagi hingga siang berusaha untuk tetap bergerak, jalan muter-muter keliling rumah, agar pembukaan semakin cepat, sambil sesekali duduk di gymball dan menggoyang-goyangkan panggul. Sebenarnya agak berasa sedikit aneh juga, karena kontraksi yang rasanya sudah mulai sering, tapi belum ada flek atau bercak darah yang keluar sedikitpun, tak seperti waktu proses lahiran Mas Adlan yang baru di pembukaan kesatu sudah lumayan banyak flek darah yang keluar. Bunda pikir mungkin ini karena anak kedua, jadi sudah ada jalan lahir sebelumnya, sehingga Bunda tetap menjalankan sholat hingga ashar. Barulah selepas waktu ashar, kontraksi yang datang semakin terasa semakin kuat, terasa semakin meningkat level sakitnya, semakin sering dan semakin membuat Bunda mengerang kesakitan. Kontraksi yang datang sudah setiap 5 menit.

Seketika itu Ayah menelepon Bu bidan, berkonsultasi lalu diputuskan untuk berangkat ke klinik bersalin saat itu juga. Setelah shalat ashar Bunda segera beres-beres dan ganti baju dibantu Uni, kami pun berangkat ke klinik, Mas Adlan yang lagi tidur siang saat itu ditinggal sama tante yang ngasuh. Karena ga mungkin juga bawa Mas Adlan saat proses lahiran.

Kami naik taksi yang dipesan ayah melalui telepon. Selama perjalanan si sopir taksi mengomel tak henti karena tidak menyetujui jalur perjalanan yang Bunda pilih, karena merupakan jalur macet menurut dia. Terus dan terus saja mengoceh tentang jalur yang dia pilih selal benar karena dia aladah sopir yang berpengalaman . Alhasil sepanjang perjalanan, Bapak sopir berhasil merusak mood Bunda hingga kontraksi yang datang tak lagi terasa teratur.

Tak berapa lama, Alhamdulillah akhirnya sampai di klinik dengan cepat dan selamat. Sesampai di klinik, Bunda diperiksa sama asistennya Bidan Erie, karena dia sedang ada jadwal kuliah saat itu. Saat diperiksa ternyata sudah bukaan ke-6, sempat wow juga dengan kontraksi yang tidak beraturan ternyata sudah dibukaan keenam. Akhirnya Ayah dan Bunda memutuskan untuk menginap saja di klinik saat itu, sayangnya dua kamar yang lain sudah terisi oleh pasien yang lain yang datang terlebih dahulu, yang satu sudah lahiran malam sebelumnya, dan yang satu lagi masih dibukaan kelima setelah ketubannya pecah dari semalam. Sementara Bunda masih dalam proses menunggu air ketuban pecah agar bukaan semakin lancar, dan dapat kamar yang paling kecil dari ketiga kamar yang ada. Tapi tak apalah, memang sudah rejekinya seperti itu.

Mulai deg-degan karena kontraksi mulai teratur kembali, rasa mulesnya di perut nikmat-nikmat sedap. Setiap kontraksi yang datang rasanya semakin luar biasa sakitnya, rasanya Bunda tak bisa untuk tidak merintih. Sesekali mencoba duduk di atas birthing ball, tapi akhirnya memilih berbaring saja di dipan demi sedikit meredam sakitnya kontraksi. Beberapa detik setelahnya, akhirnya ketuban Bunda pecah. “Tussssss.....” begitu terdengar bunyinya hampir seperti balon yang dikempesin. Dan ya, banjir lah semua tempat tidur dengan air ketuban Bunda yang banyak dan bercecer kemana-mana.

Sambil terus menikmati kontraksi, sambil mendengar teriakan dari kamar sebelah, si mbak-mbak yang katanya berhenti di pembukaan kelima, tak maju-maju dan tak ada tanda-tanda pertambahan pembukaan, padahal sudah hampir 24 jam sejak ketubannya pertama kali pecah. Lebih dramatisnya lagi, dia beteriak dengan kencang setiap kali kontraksi datang, sepertinya benar-benar kesakitan. Suaranya turut membuyarkan konsentrasi Bunda saat itu, Bunda yang sesekali masih merintih saat kontraksi menghampiri sempat ciut juga nyalinya mendengar teriakan si mbak-mbak. Dan benar saja, akhirnya dia menyerah juga, memutuskan untuk rujuk kerumah sakit dan menjalankan proses caesar karena tidak ada tanda-tanda kemajuan pembukaan. Sempat kepikiran juga, bagaimana jika nanti pembukaan Bunda tak maju-maju juga, sudah menjelang magrib, dan masih dibukaan ketujuh, sementara rasanya perut sudah semakin tak karuan, mulut Bunda semakin tak henti-henti mengucapkan doa-doa dan dzikir apa saja yang Bunda ingat saat itu, tulus dalam hati Bunda berdoa agar bisa lahiran dengan sehat dan normal, semoga pembukaannya terus maju, jangan sampai nanti ujung-ujungnya dirujuk caesar ke rumah sakit. Oh... Bunda benar-benar takut.

Beberapa saat setelah pasien sebelah meninggalkan klinik, Bunda diminta asisten bu bidan untuk pindah ke kamar sebelah, karena lebih luas dan bisa lebih leluasa. Perlahan Bunda turun dari dipan, jalan pelan-pelan dituntun Ayah dan asisten bu bidan.  Sambil berjalan dengan pelan, air ketuban masih berceceran di lantai. Masih banyak dan bening, kata Bu Bidan.

Kembali memilih berbaring di atas kasur menikmati kontraksi, tapi kali ini kasurnya terasa lebih empuk dan lebih luas. Hehe...memang rejeki anak sholehah, akhirnya dapat kasur dan ruangan yang lebih nyaman, tapi kasihan juga mbak-mbak yang barusan pulang, akhirnya menjalankan proses caesar juga.

Entah kenapa pembukaannya semakin terasa lambat berjalan, sementara rasa sakitnya semakin menjadi-jadi, semakin meningkat level sakitnya sedikit-demi sedikit. Bunda masih saja mengerang dan merintih setiap kali kontraksi datang, tiap kali gelombang cinta itu menghampiri, bawaannya selalu ingin meluruskan kaki, bagi Bunda saat itu rasa sakitnya jadi sedikit terkurangi, tapi kata bu bidan itu justrus menghambat proses pembukaan karena Bunda jadi mengempit jalan lahirnya. Mencoba untuk tak meluruskan kaki lagi saat kontraksi, rasanya berat banget, ditambah lagi bawaannya udah pengen ngeden.

Lagi dan lagi gelombang kontraksi itu datang, entah kenapa rasanya perputaran waktu semakin lama berjalan. Tiap sebentar Bunda melirik jam yang tergantung di dinding, sambil terus membisiki si adek, “Ayo dek, berusaha lebih kuat Nak, buka jalan lahirnya, biar cepat ketemu Ayah Bunda nak.” Kupandangi wajah suami dan uni yang menunggui saat itu. Air mukanya terlihat cemas bercampur kasihan melihatku yang masih terus kesakitan. Tapi kali ini uni tak terlalu banyak komentar, dan tak terlalu panik seperti waktu lahiran Mas Adlan, karena Bunda sudah mewanti-wanti, hehe. Mungkin karena bobot adek yang cukup besar, rasa sakitnya jadi sungguh luar biasa, dan proses pembukaannya dari bukaan sembilan ke sepuluh berlangsung lamaaaa banget. Hingga rasanya lutut Bunda sudah gemetar menahan rasa sakit. Dan benar saja, saat bukaan sudah lengkap, Bunda sudah sangat lelah untuk mengejan, sementara itu masih mencoba mengatur nafas, masih mengerang kesakitan, namun lutut semakin gemetar.

Mencoba mengatur nafas lagi, menghirup udara dengan perlahan, menghembuskannya pelan melalui mulut. Semakin terasa bahwa semuanya tak semudah teori yang selama ini dipelajari. Beberapa kali mencoba mengejan, tapi kepala adek belum keluar juga, akhirnya bu bidan menyarankan untuk mencoba mengubah posisi dari telentang ke posisi jongkok, siapa tau jadi lebih cepat keluar seperti Mas Adlan dulu. Tapi ternyata lutut Bunda sudah tak cukup kuat menahan beban tubuh Bunda sendiri, terasa semakin gemetar. Akhirnya memilih untuk kembali ke posisi semula, kembali ke posisi tidur telentang dengan kedua lutut ditopang.

Tak berapa lama, Bunda mencoba menguasai diri lagi, mencoba menarik nafas dalam-dalam, mengatur irama nafas saat kontraksi, lalu mengejan sekuat-kuatnya saat gelombang kontraksi datang lagi, sekuat tenaga Bunda yang tersisa saat itu. Alhamdulillah akhirnya kepala adek berhasil keluar. Perlahan Bu Bidan memutar badan adek dengan tangannya hingga posisi kepala menjadi miring dan posisi bahu jadi searah dengan vagina, hal ini dapat membantu meminimalisir sobekan saat proses lahiran. Lagi, Bunda mengejan dengan sekuat tenaga, dengan keringat yang bercucuran tak henti, dengan erangan yang entah telah keberapa, dengan do’a-do’a yang masih berusaha Bunda lafalkan dalam hati dengan sadar, akhirnya adek lahir juga dengan sehat dan selamat. Maha suci Allah. Malam itu, ditengah gelap yang semakin pekat, adek terlahir ke dunia tepat pukul 22.00 WIB, dengan bobot yang cukup besar untuk bayi yang baru lahir 4,2 kg dan panjang 53 cm, lebih besar dari Mas Adlan. Hari itu, Sabtu 8 Oktober di tahun 2016.

 Alhamdulillah ya Rabb, rasanya sungguh lega, perasaan yang tak bisa diuraikan dengan kata, tiba-tiba tubuh terasa plong tanpa beban. Ya Allah, jihad ini telah sekali lagi tertunaikan atas izin-Mu. Secepat kilat kemudian Bu Bidan memposisikan adek di pangkuan Bunda untuk IMD, sekali lagi akhirnya merasakan ada rasa haru yang tak terbendung, saat itu adek tenang di pelukan bunda, tak menangis sedikitpun. Alhamdulillah Nak, selamat datang di kehidupan Ayah dan Bunda, juga Mas Adlan. Selamat datang penanda cinta Ayah dan Bunda yang kedua.***

 

 



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar