Percayakah kau jika ku
katakan aku mulai lupa dengan tempat kita dulu, aku mulai lupa dengan
sudut-sudut tiap kota yang ada disana, yang dulu bahkan sempat kujejali dengan
bekal menggarang idealisme jurnalis, yang tentunya sekarang sudah sangat jauh
berubah bentuk dan keadaannya. Seorang wartawan kampus, begitulah dulu dengan
bangga aku menyebutnya, mencari berita di
tiap sudut kota sampai ke pelosok-pelosok desa. Kini, aku memupuk rindu akan
masa itu.
Ah, sudah cukup lama
juga ternyata aku tak pulang, hampir genap dua tahun. Selama itu pula udara pengap
perkotaan telah terlalu sesak menjejali otakku. Udara yang setiap pagi kini
kuhirup saat mengendarai motor berangkat ke kantor mencari penghidupan,
begitupun saat senja sepulangnya. Pengap bau asap knalpot kendaraan. Jadi
teringat bau tanah basah yang sering kita hirup saat berpetualang dulu.
Dulu tugasku adalah
mencari berita, mengendus-endus dimana terjadi penyimpangan dan kebusukan
sebuah sistem. Membina keluarga dan persaudaraan. Tak hanya disitu saja, hal
yang paling kuingat adalah masa-masa petualangan yang sering kali tak
terduga-duga, dari hutan hingga penjara, dari pengemis hingga narapidana…..ah,
masa-masa yang tiada duanya. Aku rindu untuk mengulanginya, yang tak kan mungkin
tentunya.
Tapi dalam takdir ke
depan, apakah yang akan kudapati nanti? Bagaimana jika nanti aku pulang? Akan terasa
asingkah seperti cerita-cerita yang sering kubaca dan kudengarkan dari
saudara-saudara lain yang juga dari perantauan? Karena segalanya telah berbeda,
hampir tak ada lagi jejak-jejakku, jejak-jejak kita disana. Telah tergantikan
dengan orang-orang baru yang aku sama sekali belum mengenalnya. Mungkin jika
suatu hari pulang kesana, aku akan memakai trik-trik yang biasa digunakan
orang-orang lama, mengajak angkatan-angkatan lama datang bersama sebagai teman
untuk bercerita, bernostalgia. Sindrom takut
merasa terasing pada rumah tiga kali empat yang sering kupakai sebagai tempat
begadang menghasilkan sebuah karya, menyelesaikan tugas dan tanggung jawab
lebih tepatnya.
Aku tersadar, ini bukan
masanya kita lagi. Segalanya telah terpencar, setelah wisuda semua orang dengan
egois pergi mengejar takdirnya masing-masing, termasuk diriku, hingga terlempar
ke seberang pulau ini. Yang lainnya juga sama, mengejar takdir di tanahnya
masing-masing. Mendapat pekerjaan, lalu berkeluarga, begitulah biasanya
siklusnya, hingga semuanya akan semakin terasa asing, karena kehidupan lama
telah diisi dengan orang-orang baru menjadi kehidupan dengan cerita yang baru
pula.
Terngiang kata seorang
kanda yang dulu biasa kupanggil ‘Amak’ karena ejaan namanya yang tak jauh
berbeda denganku, Ulfia, “Jika salah satu diantara kita memasuki jenjang
pernikahan, rasanya akan menjadi sangat jauuuuh, seolah tali persaudaraan
terputus, serasa tak lagi memilikimu,” begitulah kira-kira redaksinya, yang
cukup membuat hatiku gerimis karena kalimat itu disampaikannya padaku lima hari
sebelum hari pernikahanku. Ya, aku telah menikah, telah mengisi takdir-takdir kehidupan
dengan orang-orang baru dan masalah-masalah baru. Topiknya pun telah berbeda.
Tapi aku yakin, tentu tak
pula sepenuhnya begitu, kenangan-kenangan itu masih ada meski tak tersusun rapi
dalam memori otak ini. Aku mesti memanggilnya kembali dan menyusun puzle-puzle
ingatan itu agar tertata sesuai kronologis kejadiannya, hingga aku bisa
mengenangnya. Sulit mungkin, tapi gambar-gambar dari kamera digital masih ada,
dan tersimpan rapi sebagai bukti akan masa kebersamaan ini. Tentu saja memang
tak akan pernah mungkin untuk meminta segala sesuatunya untuk bisa kembali
lagi, kembali seperti masa-masa perjuangan dulu, masa-masa idealisme yang
membuncah, masa-masa yang tak kan tergantikan.
Aku telah berencana
untuk pulang di tahun depan, tunggulah aku. Meski bukan dengan suasana yang
sama, aku yakin wajah-wajah dan aroma kalian masih tetap sama, masih yang dulu
kurasa. Nantikanku untuk mengenang lagi masa-masa kita.
Suatu
sore di November 2012
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer





0 komentar:
Posting Komentar