Di sini, hujan terasa begitu
berbeda. Panas meski air membasahi. Dan bagi sebagian orang lain justru hujan terasa
menjemukan. Meski sedikit, tapi sudah barang tentu menjadi pertanda bencana.
Tak lagi merupakan rahmat sebagaimana mestinya.
Seperti sore itu, dan sore-sore
sebelumnya. Hujan turun dengan dengan derasnya, sudah seminggu belakangan
kurasa. Hampir setiap hari, aku lupa hari apa tepatnya yang tak ada hujan di
sore harinya. Dan itu adalah jadwalnya para pencari nafkah untuk kembali ke
peraduannya. Maka, disanalah letak kejemuan di kala turun hujan.
Perjalanan sepulang dari kantor
menuju ke rumah akan jadi tak seperti biasanya. Hari yang tanpa hujan dapat
ditempuh hanya dengan waktu 40 sampai 45 menit untu jarak 18 km dengan kondisi
yang sudah plus kemacetan. Namun jika hujan di sore hari menghampiri, akan jadi
berkali-kali lipat lamanya waktu yang terpakai. Bisa 100 sampai 120 menit
karena kemacetan yang semakin plus plus. Entah apa sebabnya, entah karena air
yang menggenang di jalanan akibat saluran air yang tersumbat oleh beraneka sampah, entah karena
beberapa kelompok orang menunggu hujan sedikit reda kemudian berangkat pulang
dalam waktu bersamaan, sehingga semuanya tumpah ruah di jalanan.
Tak sampai disitu saja, karena
sejatinya tentu semua orang ingin secepatnya sampai di tempat tujuan mereka,
maka seringkali senggol-menyenggol dengan motor lain tak lagi dipedulikan.
Belum lagi disertai dengan bumbu-bumbu emosi bagi yang merasa tersenggol.
Terlampiaskan dengan teriakan dan cacian yang berkeliaran. Belum lagi cipratan
air dari roda-roda motor yang berpacu dengan kecepatan. Hanya sedikit kelompok
orang yang memilih untuk tetap lebih berhati-hati mengendarai tunggangannya.
Berjalan pelan-pelan karena licinnya jalanan yang basah oleh hujan.
Di pinggir jalan, pedagang es
cincau yang biasanya ramai pengunjung pun menjadi lengang karena hujan.
Harusnya ia bisa meramal cuaca sebelum berjualan, jika sepertinya akan hujan
tak perlulah memaksakan diri untuk membuka lapak. Tapi soal rezeki siapa yang
tahu. Seperti hal lain yang diluar kebiasaan seharusnya, kala hujan justru anak
jalanan semakin tumpah ruah di jalan, memanfaatkan kemacetan. Menagih belas
kasihan dalam basah dan kelaparan. Namun dalam hujan dan riuh kemacetan, siapa
yang akan begitu peduli, terlebih pada kota dimana kepedulian telah terletak
pada urutan kesekian ratus.
Satu hal lagi, di sini, di kotaku,
jas hujan menjadi barang wajib yang harus dimiliki setiap orang. Dua stel jas
hujan untuk masing-masing motor. Ini akibat jauhnya jarak tempuh perjalanan,
karena rata-rata orang di kotaku lebih memilih bertempat tinggal di daerah
pinggir. Selain harga jualnya lebih manusiawi bagi pegawai dan karyawan
rata-rata, udaranya pun masih belum terlaul tercemar polusi industri dan asap
kendaraan bermotor.
Namun, aku yakin, saat hujan di
kotaku, masih ada mereka-mereka yang menyenandungkan doa-doa tentang pinta yang
belum berujung penantiannya. Seperti hujan di belahan bumi lainnya. Akan masih
selalu ada yang menganggapnya rahmat bagi semesta.***
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer





0 komentar:
Posting Komentar