Pages

Selasa, 04 Juni 2013

Sebelum Tidur

Posted by Ulvina Haviza On 00.45 2 comments



“Mas!” tiba-tiba aku memanggil pelan namamu, ingin menyampaikan hal yang tiba-tiba terlintas dibenakku, tapi tertahan.
“Ya,apa Dik?”tanyamu.
Aku masih terdiam, sengaja membuatmu semakin penasaran, sementara aku masih bergelut dengan keraguanku untuk menyampaikan pertanyaan yang bergejolak di hatiku padamu.
“Ada apa Dik?” katamu lagi semakin mendekatkan wajahmu ke wajahku, hingga hanya ada jarak sekitar 5 cm antara hidungku dan hidungmu. Aku menatapmu dalam, kau balas menatapku. Sedetik, detik kedua, detik seterusnya, hingga detik kelima. Dan keberanianku baru muncul setelah sepersekian detik berikutnya saat aku menyelam dalam ke lautan matamu yang bening.

“Hmmm…..” aku berguman, sengaja membiarkan rasa penasaranmu semakin menggunung.
“Ayo dinda, katakan saja. Apapun yang ingin dinda sampaikan, mas akan dengarkan, enggak pa pa,” ucapmu lembut kepadaku.
Ya, memang sudah seharusnya aku menyampaikan segalanya saja kepadamu. Tak perlulah ada yang ditutup-tutupi. Aku tarik dalam nafasku yang agak berat. “ Mas belum terlalu ingin untuk punya anak ya?” tanyaku singkat dalam satu tarikan nafas.
Kau terdiam. Kuperhatikan wajahmu, air mukamu masih terlihat tenang dan kau memang selalu begitu.
“Sayangku,” lalu ucapmu lembut. “ Mas bukannya tak ingin cepat-cepat punya anak. Mas ingin sayang, tapi itu kan terserah Allah. Terserah Dia mau ngasih kita kapan. Itu hak Allah Dik!”
Aku terdiam, ya kamu benar sayang. Terserah Allah, kita sama sekali tak punya hak untuk memaksa-maksa Allah.
“Sabar ya sayang,” ucapmu lagi. “Allah sedang ingin kita bersabar! Untuk hal ini kita memang harus punya kesabaran yang ekstra luar biasa Sayang.”
Sekali lagi kamu benar sayang, dan kamu selalu begitu. Selalu bisa menghadapi kelemahanku. Hanya saja, terkadang aku seringkali merasa kehilangan kendali untuk membendung kesedihan yang tiba-tiba melanda. Atas kondisiku saat ini, atas pertanyaan-pertanyaan mereka yang terus mengalir deras belakangan.
Tentang kapan? Tentang mengapa masih belum ada?
Pertanyaan yang aku sendiri tak tahu jawabannya, pertanyaan yang sepantasnya tak perlu ditanyakan kepadaku, karena aku yakin mereka yang bertanyapun tentu tahu aku tak kan mampu untuk menjawabnya. Karena jawaban atas pertanyaan itu, sungguh di luar kuasaku. Memang, sejatinya sederet pertanyaan itu kadang hanyalah sebagai basa-basi pembuka percakapan pengakrab diri, aku tahu itu. Tapi tetap saja, ada suatu rasa yang aneh di hatiku, sesuatu yang seperti tergores, meskipun dengan goresan yang sangat kecil. Namun tak jarang membuat mataku sering basah sesampainya di rumah. Dan kau, hanya akan diam memperhatikanku.
“Mas enggak ingin buru-buru Dinda. Ibuk titip pesan agar mas jangan memburu-buru Dinda, tapi justru sekarang mas ingin kita buru-buru punya anak karena lihat Dinda sedih terus. Mas enggak ingin liat Dinda nangis terus,” katamu lagi dalam beberapa kalimat yang dalam dan panjang.
Aku terdiam. Entah sedih, entah perasaan apa. Aku tahu dan juga sadar, bagaimanapun juga kita tetap tak bisa memburu-buru Allah sayang, tentang inginku, tentang ingin kita.
Dalam diamku, aku kembali menatapmu lama. Kau lalu memcium keningku seperti biasa sebelum tidur, pertanda kau ingin mengakhiri percakapan kita. Aku menarik selimut, memejamkan mataku yang berat juga membenamkan pikiranku yang penat.
Pukul 01.30 WIB, telepon genggammu berdering kencang di keheningan malam. Aku terkejut lalu terbangun, begitupun kau yang berusaha meraih telepon genggam itu lalu mengangkatnya. Ternyata dari kampung halamanmu, kabar tentang keponakanmu yang sedang dirumah sakit, kejang-kejang. Kau tak bicara banyak, lalu kembali menutup teleponmu. Kita kembali tidur, hingga telepon genggammu kembali membangunkan kita pukul 04.00 WIB, tepat sepuluh menit sebelum alarm yang kupasang berbunyi.
“Innalillahi wa innailaihi raji’un,” ucapmu tiba-tiba setelah mengangkat telepon. Hatiku berdetak, aku langsung bangkit dari tidurku mendekatkan pendengaranku padamu. Kau meminta bersabar orang yang berbicara denganmu diseberang, entah itu Ibu atau adikmu.
Keponakanmu telah dipanggil Allah. Tanpa tanda, tanpa aba-aba sebelumnya. “Begitu cepat ,“ begitulah komentar kita berdua mengingat umurnya yang belum genap dua tahun. Pagi itu juga kau memesan tiket pesawat ke Jawa.
Aku menatap punggungmu, teringat sesuatu. Seolah Allah baru saja sekali lagi menegaskan, tentang kelahiran dan kematian sama sekali bukan kita yang memegang kendalinya. Kita sama sekali tak memiliki hak untuk memaksa-maksa.***

I Won't Give Up, Jason Mraz

When I look into your eyes,
Saat kutatap matamu
It's like watching the night sky
Seolah sedang kupandangi langit malam
or a beautiful sunrise,
Atau indahnya mentari terbit
There's so much they hold
Banyak arti dari dua hal itu
And just like them old stars,
Begitu pula bintang-bintang di atas sana
I see that you've come so far,
Kulihat tlah kau tempuh perjalanan panjang
to be right where you are,
Tuk sampai di tempatmu kini berada
How old is your soul?
Berapakah umur jiwamu?

CHORUS:
I won't give up on us,
Takkan kuberhenti berusaha
even if the skies get rough
Meskipun langit mulai menghitam
I'm giving you all my love
Kuberi kau seluruh cintaku
I'm still looking up
Aku masih tetap melangkah

And when you're needing your space
Dan saat kau ingin sendiri
to do some navigating
Untuk bertualang
I'll be here, patiently waiting,
Aku kan di sini, sabar menunggu
to see what you find.
Tuk melihat yang kau temukan

'Cause even the stars they burn,
Karena meskipun bintang terbakar
some even fall to the earth.
Bahkan ada yang jatuh ke bumi
We got a lot to learn.
Banyak yang kita pelajari
God knows we're worth it
Tuhan tahu kita layak menerimanya
No, I won't give up
Aku takkan menyerah

I don't want to be someone
Aku tak ingin menjadi seseorang
who walks away so easily
Yang pergi dengan mudahnya
I'm here to stay
Aku akan tinggal
and make the difference that I can make
Dan membuat perbedaan
Our differences, they do a lot to teach us,
Perbedaan kita, banyak yang mereka ajarkan pada kita
how to use the tools and gifts we got,
Cara manfaatkan alat dan anugerah yang kita punya
yeah, we got a lot at stake
Yeah, banyak yang kita pertaruhkan
and in the end you're still my friend.
Dan pada akhirnya kau kan tetap jadi temanku
At least we did intend for us to work.
Setidaknya kita berniat pertahankan hubungan kita
We didn't break, we didn't burn.
Kita tak patah arang, kita tak terbakar
We had to learn how to bend,
Kita harus belajar menunduk,
without the world, caving in.
Tanpa dunia ikut runtuh
I had to learn, what I've got
Aku harus belajar, apa yang kupunya
And what I'm not and who I am.
Dan yang tak kumiliki dan siapa diriku

CHORUS

I'm still looking up.
Aku tetap melangkah

Well, I won't give up on us.
Aku takkan berhenti berusaha
(No, I'm not giving up.)
(Aku takkan menyerah)
God knows I'm tough, he knows.
Tuhan tahu aku kuat, Dia tahu.
(I am tough, I am love.)
(Aku kuat, aku adalah cinta.)
We got a lot to learn.
Banyak yang kita pelajari
(We're life, we are love.)
(Kita adalah hidup, kita adalah cinta)
God knows we're worth it.
Tuhan tahu kita layak menerimanya
(And we're worth it.)
(Dan kita layak menerimanya) 














Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 komentar:

:') ALLAH selalu bersama orang-orang yang sabar Adikku.. SELALU dan SELALU.. Dan bersyukur di saat kita mampu menangkap makna2-NYA yang diajarkan lewat kejadian.. karena tak semua orang memiliki kepekaan itu. Peluk hangat untukmu. Sembari berpikir...mmmm... surat kakak boleh nih diburu-buru :D

The casino in Biloxi
The casinos in 바카라안전사이트 Biloxi. 양방 배팅 The casino is the flagship property of the 샌즈 Biloxi Gaming Authority, and it features two restaurants. One at the casino is 10벳 one which is 포커 게임 하기 very

Posting Komentar