Seseorang pernah bilang
padaku, ketika kau merasakan bagaimana sakitnya melahirkan seorang anak, dan
bagaimana sulit dan bersusah payahnya membesarkan dan mendidiknya, maka setelah
itu tak kan pernah sekali-sekali kau berani menyakiti perasaaan ibumu,
membantahnya pun tidak, meski terkadang kau dan ibumu masih sering berbeda
pandangan dalam menilai sesuatu. Percayalah, kau tak kan pernah berani
membantahnya, hanya akan bisa diam dalam hati demi tak menambahkan segores luka
di hati perempuan yang selama ini kau panggil Ibu itu.
Seorang tetua lain juga
bilang padaku, menjadi ibu itu harus siap sakit. Awalnya aku hanya tersenyum
mendengar pernyataan itu. Tapi, makin kesini makin terasa benar adanya apa yang
dikatakannya.
Menjadi ibu, bukankah
semenjak benih itu baru mulai hadir di rahimmu, kau telah merasakan sakit.
Perasaan yang tak enak, serasa sering meriang, pusing dan muntah-muntah yang
rutin setiap hari. Lalu saat ia mulai tumbuh membesar sedikit demi sedikit
menguasai ruang di perutmu, kau mulai merasakan kesulitan berjalan, kaki dan
pinggang yang mulai sering terasa sakit, serta badan yang terasa berat.
Ditengah itu semua,segala aktivitas mesti tetap dilakukan seperti biasanya,
apalah daya.
Puncaknya, saat tiba hari dimana ia sudah ingin
melihat dunia, rasa sakit luar biasalah yang datang meraja. Seperti yang
digambarkan salah seorang penulis idola saya, serangan rasa nyeri luar biasa
menyergap ketika rahim mulai berkontraksi. Makin lama kian sering dan kian
menyakitkan. Otot-otot serasa dikejangkan dan tulang-tulang seperti dibetoti.
Puncaknya, ketika sang bayi sudah saatnya menghirup udara dunia, maka yang
dirasakan sang Ibu adalah perobekan luas, luka jerih yang berdarah-darah, dan
tubuh yang dipaksa untuk berkelojotan menuntaskan bebannya.
Rasa sakit itu, sungguh tak terkatakan. Bahkan
kadang sampai pada titik dimana kau berpikir untuk menyerah pada rasa sakitnya,
tapi kau tidak bisa dan tak akan ingin untuk melakukannya, untuk menyerah pada
titik itu. Karena akan ada perasaan bahagia luar biasa setelahnya, perasaan
yang juga akan sulit untuk kau lisankan. Saat bayi merah yang menangis demikian
keras itu diletakkan di atas dadamu, diatas pelukanmu. Ah, saat pertama kali
kau benar-benar menjadi seorang ibu.
Saat perasaan cinta di hatimu mulai tumbuh untuk
jiwa kecil yang baru saja hadir itu, maka segala lelah akan kau lupa demi
untuknya. Tentang malam-malam saat waktu tidurmu hilang, tentang belajar
bagaimana cara menghentikan tangisnya yang baru pertama kali kau alami, tentang
mempersiapkan segala kebutuhannya, tentang tetap merawat seisi rumah sambil
berlari-lari kecil memeriksa si mungil, menangiskah ia saat kau tinggal untuk
menuntaskan pekerjaanrumah, atau mencucikan popoknya. Segala payah itu akan
sirna, dan tiba-tiba saja akan ada kerelaan di dalam hatimu demi jiwa kecil
itu, jiwa kecil yang baru saja hadir itu.
Menjadi Ibu, ini baru awal dari rasa sakit yang
akan rela kau terima saat menyandang status mulia itu, seorang Ibu. Nanti,
dalam masa ia tumbuh menjadi balita yang banyak tanya, anak kecil yang manja,
remaja yang menggebu-gebu dan menjadi dewasa seiring waktu, lalu meninggalkanmu
demi membangun kehidupan baru. Segala rasa yang berjuta akan datang menganti
rasa sakitmu.
Menjadi ibu, andai saja kau benar-benar tahu, siapa
yang kan tega memberi luka di hati perempuan mulia itu walau hanya segores
sembilu. Ah Ibu, mengingatmu, segala perih tak bisa kutahan, karena segala
duka, ribuan luka, dan berkubik-kubik airmatamu yang tumpah olehku. Kini, hanya
ada kata “Maaf” yang mengambang di atas pusaramu dariku. Maafkan aku ibu, baru
menyadari betapa sulitnya menjadi dirimu setelah aku menjadi seorang Ibu.
Jumat
Malam di Bulan Juli
Kala
memandangi lelaki kecilku terlelap dimalam yang pekat
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer





0 komentar:
Posting Komentar