Ini bukan
hanya tentang keinginan untuk memiliki keturunan, tapi jauh di atas itu, ini
tentang segala keikhtiyaran dan ujian tentang prasangka baik kepada Tuhan.
Aku baru
mendapati pengetahuan tentang penyakitku ini setelah hampir setahun menikah.
Waktu itu, tepatnya pada Januari 2013 aku memaksakan diri untuk memeriksakan kondisi
rahimku ke dokter. Bukannya apa-apa, belakangan aku sungguh gelisah, pasalnya
setelah 7 bulan yang lalu mengalami keguguran saat mengandung anak pertama, aku
belum juga kunjung hamil lagi. Terlebih lagi peristiwa keguguranku bukan
dikarenakan aku yang kelelahan atau ceroboh menjaga kandunganku, tapi memang
karena janin yang ada di rahimkulah yang tidak berkembang. Kalau istilah
kedokterannya Blighted Ovum (BO) atau Kehamilan Kosong.
Waktu itu
terpaksa kandunganku dikuret, karena
telah hampir seminggu mengalami flek atau bercak darah. Kata dokter obgyn
tempatku biasa periksa, flek itu adalah proses kandunganku untuk menggugurkan
diri dengan sendirinya karena memang bibitnya tidak bagus. Jadi pada saat
jadwal pemeriksaan kandungan di bulan kedua, setelah usia kandunganku menginjak
10 minggu, saat di USG belum terlihat adanya janin disana, hanya terlihat
kantong rahim, sama seperti pada saat usia kandunganku masih berumur 5 minggu,
karena itulah dokter langsung menyimpulkan bahwa janinku tidak berkembang
hingga akhirnya harus diangkat.
Aku mulai
curiga tentang haidku yang tak datang teratur setiap bulannya, bisa tiga atau
empat bulan sekali. Sebenarnya ini telah berlangsung lama semenjak aku masih
kuliah dulu, tapi waktu itu aku tak terlalu memikirkannya. Namun sekarang
berbeda, kupikir jika begini terus kapan aku akan bisa hamil, bagaimana caranya
aku akan menghitung masa suburku agar bisa memiliki keturunan jika masa haidku
tidak datang tiap bulan.
Belakangan aku
mulai rajin mencari informasi tentang kondisi rahimku melalui internet, tentang
penyebab haidku yang tidak lancar setiap bulannya seperti wanita normal
lainnya. Hingga akhirnya aku menemukannya. PCOS (Polycystic Ovary Syndrome), itulah
nama penyakit kelainan pada sel telur yang kuderita. Berikut beberapa linknya http://www.bidankita.com/infertil-waspadai-pcos/
http://www.bidankita.com/ingin-hamil-pada-penderita-pcos/
Setelah merasa
cukup mendapat informasi tentang penyakit ini, aku putuskan untuk memeriksakan
kondisi rahimku ke dokter kandungan. Dan benarlah sudah, penyakit itu sudah
dapat dipastikan mengingat saat diintip melalui USG, terlihat sel telur di rahimku
berkumpul banyak tapi dengan ukuran yang kecil-kecil. Kalu kata dokternya
seperti buah anggur atau sarang tawon. Kaget, pastinya iya. Hal inilah yang
ternyata menyebabkan aku tak kunjung hamil lagi, padahal telah lewat 7 bulan
dari keguguran kandunganku sebelumnya. Sel telurku yang kecil-kecil tak cukup
subur untuk dibuahi sperma. Tiba-tiba aku dirundung takut dan sedih. Sepulang
dari rumah sakit, aku menangis sejadi-jadinya, tangis yang dari tadi kutahan
akibat masih shock menerima berita
barusan.
Sejak saat itu
aku mulai berubah menjadi orang yang sangat sensitif, terlebih jika ada yang
menanyakan perihal anak dan kehamilan. Aku pasti langsung mewek sepulang dari
tempat kerja. Masih sangat cengeng waktu itu. Seperti biasa, suami selalu
mejadi tempat tumpahan keluh kesahku saat itu, punggungnya selalu kujadikan
sadaran dan basah oleh air mata saat aku memeluknya erat saat boncengan motor
dalam perjalanan pulang kerja. Nyaris putus asa, aku menangisi ketidakmampuanku
untuk memberinya keturunan hampir setiap hari selama beberapa bulan. Namun dia
selalu sabar dan menyediakan telinganya khusyu’ mendengarkan.
Tentang
kesulitan untuk bisa mengandung selalu menjadi masalah yang paling sensitif
bagi setiap rumah tangga, terlebih bagiku saat itu karena mengetahui ketidakmampuan
itu ada pada diriku. Hingga sampai pada saat titik terendah iman, aku sempat
menanyakan tentang sebuah pernikahan yang lain padanya, jika saja nanti aku
benar-benar tak mampu memberikan keturunan, tak mampu hamil dan melahirkan. Namun
lagi-lagi dia menjawabnya dengan indah,
“Mas udah
memilih Dinda, apapun yang terjadi kita jalan sama-sama, InsyaAllah mas akan
selalu dampingi dinda selama umur mas masih panjang. Dosa mas banyak, maka
Allah uji kita dulu agar Allah hapuskan dosa-dosa itu.” Lalu kita berdua saling
berpelukan, membagi sedih dan saling meminjamkan bahu tempat air mata
tertumpah.
Sejak saat itu
kita sama-sama bersepakat mencoba untuk lebih berpasrah pada ketetapanNya. Bagiku
mencoba untuk tak lagi terus bersedih, hanya harus terus memperbanyak doa dan
keikhtiyaran yang tiada putus. Sempat meminta orang-orang terdekat untuk tak
lagi bertanya-tanya tentang sudah hamil atau belum, sambil terus-menerus menata
hati.
Kami
putuskan untuk mulai menjalani program kehamilan dari dokter. Langkah pertama
aku harus menurunkan berat badanku. Saat itu aku tak terlalu gemuk juga, namun
berat badanku tak ideal. Kata si dokter, bagi mereka yang punya PCOS, haram
hukumnya kelebihan berat badan, meski hanya beberapa kilogram saja, berat badan
mesti seideal mungkin. Aku menurut saja, menurut dokter, menurunkan berat badan
untuk membantu menyeimbangkan hormon dalam tubuhku, karena hormon
testosteronnya kebanyakan melebihi hormon estrogen, itulah penyebab sel telur
di rahimku tak pernah matang sempurna, namun berbentuk kecil-kecil banyak
seperti anggur. http://www.bidankita.com/diet-untuk-penderita-pcos/
Aku memulai
program dietku, sambil diberi obat hormon dari dokter yang diminum selama tiga bulan.
Aku mulai rajin membaca artikel-artikel di internet tentang cara menurunkan
berat badan. Semuanya serempak menuliskan dengan cara menjaga pola makan dan
olah raga. Arrgggghhhh, dua hal itu yang selama ini selalu malas kulakukan. Aku
selalu makan apa saja tanpa sibuk memikirkan jumlah kalorinya, sedangkan
olahraga aku selalu malas untuk melakukannya. Habislah aku. Tapi demi keinginan
mendapatkan keturunan, akhirnya kuupayakan juga. Aku mulai mengurangi porsi
makanku, mengurangi jumlah nasi hingga separuhnya, memperbanyak jumlah sayurnya
dan tidak makan ayam sama sekali kecuali ayam kampung karena itu merusak hormon
dalam tubuh juga. Aku mulai mencoba olahraga yoga, kulakukan otodidak dengan
bekal gerakan dari youtube, kulakukan
minimal 3 kali seminggu selama 30 menit sebelum berangkat ke kantor.
Ternyata hal
itu membuahkan hasil, berat badanku perlahan mulai turun sedikit demi sedikit,
hingga dalam 4 bulan aku berhasil menurunkan berat badan hingga 9 kilogram. Ini
adalah pencapaian terbesarku dalam menurunkan berat badan, hihi.....
Aku seperti
kalap menjalankan program hamil ini. Selain dengan program ke dokter, aku
membarenginya dengan pengobatan herbal, mencari-cari lagi melalui profesor google dan bertanya pada para ibu-ibu di
kantor tentang obat herbal apa yang baik diminum untuk perempuan yang memiliki
kelainan hormon seperti diriku ini. Akhirnya aku menemukannya, Vitex Agnus Castus (Chastee Tree Berry yang dikenal dengan nama Man Jing Zi di dunia Traditional Chinese Medicine),
sebuah merek dagang yang berisi sejenis dedaunan yang sering digunakan untuk
mengatasai masalah rahim dan kondisi PCO. Membelinya pun bukan perkara gampang
ternyata pada saat itu, tidak dijual di toko-toko herbal pada umumnya, mesti
dimpor dulu dari USA sana. Beruntung aku menemukan kontak penjual yang bersedia
mengimpornya, karena menurut cerita dia juga mengalami kondisi yang sama
sepertiku, mengidap PCO.
Aku
mengkonsumsi herbal itu selama satu bulan, satu botolnya berisi 30 kapsul. Karena
khawatir kapsulnya tidak terbuat dari bahan yang halal, aku selalu membuka
kapsulnya saat dikonsumsi. Selain itu juga mencoba rutin mengkonsumsi
herbal-herbal lain seperti habbatussauda dan madu. Demi usaha mendapatkan
keturunan, segala cara coba kulakukan. Aku pun mengikuti saran beberapa orang
teman dan saudara untuk dibekam, katanya untuk mengeluarkan darah-darah kotor
berpenyakit dari dalam tubuh, terutama berbekam di titik-titik kesuburan untuk
wanita. Selain bekam, aku juga mencoba akupuntur yang juga difokuskan pada
titik-titik kesuburan.
Rasanya segala
cara telah kucoba lakukan. Hingga habis sebotol vitex tersebut, belum juga ada tanda-tanda menggembirakan.
Semangatku juga sempat kembang kempis. Sesekali masih tiba-tiba menangis. Berusaha
kembali meluruskan niat pada Allah, mencoba membujuk-bujuk Allah, memantaskan
diri di mata Allah bahwa kami pantas untuk diamanahi keturunan, bahwa kami
pantas untuk mendidik generasi sholeh dan sholehah yang memberi bobot pada bumi
dengan kalimat Laailaa ha illallah. Cara-cara akhiratpun tetap kami lakukan,
beberapa kali mengikuti kajian Yusuf Manyur, bersedekah namun bukan dengan
maksud membeli ketetapan Allah tapi mencoba mengurangi dosa hingga Allah
berkenan mengabulkan doa, membaca segala hal tentang kesabaran, memohon
didoakan oleh orang tua yang tiada putus terutama ibu, karena ibundaku yang
sudah tiada maka doa dari ibunda suamilah yang kami harapkan satu-satunya.
Hingga pada suatu hari Allah menyindir dengan indahnya, tiba-tiba saja membaca
Al-Quran dan tergerak membaca terjemahannya yang saat itu rasanya sangat pas
dengan kondisi kami.
“Milik Allah lah kerajaan
langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak
perempuan kepada kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki
kepada siapa yang Dia kehendaki……..Dia Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.’(QS. Asy-Syura: 49-50)
Kembali menata
hati lagi, lalu esoknya menangis lagi, begitu seterusnya. Hal ini cukup
menguras emosiku yang masih agak labil saat itu, masih gampang nangisan. Telat
datang bulan beberapa hari saja, aku sudah langsung berpikir tentang kehamilan
karena sangat mengharapkannya, setiap bulan testpack tapi selalu saja negatif
lalu menangis lagi. Seperti itu
berkali-kali, hingga pada saat itu di minggu ketiga Bulan Ramadhan Tahun 2013 feeliing itu datang lagi, feeliing tentang akan datangnya seorang
bayi. Saat itu obat hormon untuk tiga bulan dari dokter telah habis kuminum,
telah hampir seminggu setelah jadwal seharusnya datang bulan. Mulai sering
merasa pusing keliyengan, berasa sering masuk angin, sesekali berasa ingin
muntah. The feeling of mothernya
berasa agak kuat ni kali ini. Mencoba untuk testpack lagi, kali ini diam-diam
tanpa sepengetahuan suami, takut kalau-kalau negatif lagi. Deg-degan, berusaha menguat-nguatkan
hati, setenang mungkin jika memang hasilnya negatif lagi.
Dan ya,
akhirnya muncul dua garis merah pada testpact, namun yang satu garisnya samar.
Antara senang dan ragu, perasaanku maju mundur. Firasatku bilang ini benar
hamil dengan kondisi fisikku yang akhir-akhir ini terasa semakin menurun,
tapi kenapa garis merah pada testpacknya
samar, alias tidak jelas. Akhirnya kuputuskan bahwa ini benar hamil, karena
pada petunjuk testpack tertulis bahwa jika tidak hamil maka tidak ada tanda
garis kedua sama sekali.
Senangnya luar
biasa, tak henti-henti mulutku mengucap syukur pada Allah saat itu, sujud
syukur, mataku basah sambil berucap, akhirnya Engkau memperkenankan ya Allah,
di bulan Ramadhan-Mu Engkau jawab semua doa kami. Setelah shalat subuh, barulah
kuberi tahu suami kabar luar biasa itu dengan hati-hati, dengan air muka yang
kuusahakan sebiasa mungkin namun tak bisa menyembunyikan senyum bahagia di
wajahku.
“ Mas, tadi
dinda tespack, terus muncul garisnya dua.”
“Garis dua itu
apa?” tanya si Mas polos. Hadeeh....tepok jidat juga ni, perasaan aku udah
pernah hamil dan keguguran sebelumnya, dan suamiku masih belum paham juga makna
garis dua pada alat tes kehamilan.
“Itu artinya
positif Mas,” teriakku senang. Tapi hanya dibalas olehnya dengan senyuman dan
kalimat singkat, “Beneran?”. Air mukanya sulit kubaca saat itu, sepertinya dia
tidak terlalu senang, dan senyumnya sedikit tertahan.
“Kenapa Mas?
Kok ga seneng?” tanyaku memburu penasaran.
“Ga, mas
seneng kok, tapi beneran hamil? Takutnya negatif kaya bulan-bulan kemarin, kan
garisnya samar, ga mau coba tespack lagi buat mastiin?”
Seketika
senyumkupun terhenti, mencoba menata hati lagi, jangan-jangan ini hanya
fatamorgana karena keinginanku yang sangat tentang sebuah kehamilan. Akhirnya
kami menutup pembicaraan pagi itu dengan kesimpulan bahwa aku akan coba
testpack sekali lagi.
Sepulang dari
kantor kami mampir di apotek, kali ini membeli alat tes kehamilan dengan merek
yang berbeda dan kata penjualnya bisa digunakan 24 jam tidak harus pagi hari
saat bangun tidur. Karena penasaran, sesampai di rumah selesai sholat magrib
dan makan malam aku langsung testpack lagi, dan Subhanallah kali ini
benar-benar positif, mucul garis dua dengan jelas sekali. Aku melonjak
kegirangan, bergegas berlari menuju suami, dengan senyum mengambang
kusampaikan,
“Mas, positif,
kali ini garis duanya jelas!” ucapku senang setengah berteriak.
“Alhamdulillah,”
ucapnya tersenyum sambil mencium keningku. “Kapan kita ke dokter buat mastiin?”
“Besok,”
jawabku cepat karena kebetulan hari berikutnya adalah jadwal praktek dokter
yang menangani kami dari awal.
Sebenarnya aku
disuruh kembali ke dokter lagi setelah menghabiskan obat hormon selama 3 bulan
itu untuk menjalani program kehamilan selanjutnya. Setelah sebelumnya aku
diresepkan obat lainnya pada periode bulan ketiga yang khusus diminum beberapa
hari sebelum “berhubungan” dengan
menentukan masa suburku melalui USG, tapi aku dan suami masih ragu-ragu saat
itu dan masih menunda-nunda. Dan saat pertemuan ke dokter lagi saat itu, dia
terkejut karena aku datang untuk memeriksakan kehamilan, si dokter masih
berpikir bahwa aku dan suami datang untuk melakukan program selanjutnya
menghitung masa suburku.
Setelah
diintip melalui USG, dokter mengatakan aku benar-benar positif hamil 5 minggu,
sudah terlihat kantong rahim pada layar monitor. Ah, betapa senangnya aku dan
suami saat itu, bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Tapi, karena
riwayatku yang pernah keguguran karena blighted
ovum, aku diminta kembali periksa lagi dua minggu setelahnya untuk
memastikan bahwa janinnya berkembang, tidak seperti kehamilan sebelumnya.
Seketika senyum di wajahku menghilang lagi, berganti dengan was-was,
jangan-jangan BO lagi seperti sebelumnya, seperti artikel yang kubaca di
internet, mereka yang punya riwayat PCOS bisa mengalami kehamilan BO berulang
kali karena ketidaksuburan pada sel telur.
Akhirnya kami
pulang ke rumah dengan perasaan cemas, mencoba untuk berpasrah lagi pada Allah,
menyiapkan diri dan mentalku lagi jika memang kali ini belum berhasil lagi dan
lagi. Dua minggu terasa berjalan begitu lambat, dirundung keraguan dan
ketakutan akan takdir Allah. Takut kalau-kalau kali ini Allah masih belum
berkenan lagi. Oh, Rabb.....
Dan saat
pemeriksaan itu datang juga, berkali-kali suami mengingatkan untuk tenang dan
pasrah apapun nanti ketetapan Allah. Aku hanya mengangguk saja. Deg-degan
sekaligus tegang, aku memasuki ruang periksa, perlahan berbaring di ranjang
periksa dengan perasaan tak karuan. Sang dokter mulai memainkan alat USGnya di
atas perutku, maju mundur, ke kiri- ke kanan, atas bawah. Di layar yang
terlihat hanya kantong rahim, detak jantungku berpacu makin cepat, mukaku pias,
kupalingkan pandangan ke suami, dia tersenyum yang terlihat seperti ditegarkan
sambil bilang “Ga pa pa,” padaku. Aku terdiam, ya Allah kehamilan kosong lagi.
Dokter
perempuan itu masih saja memainkan alat USGnya diperutku, masih berusaha
mencari-cari. Aku pasrah, membaca istigfar sebanyak yang kubisa, nyaris
tangisku tumpah. Hingga sepersekian detik berikutnya sang dokter berkata
setengah berteriak, “Nah ini dia!!!, baru keliatan, sembunyi dia dari tadi.”
Aku kaget,
kembali melirik layar monitor di depanku, kali ini terlihat banyangan janin di
sana, kecil sebesar kelereng. “Alhamdulillaah!” ujarku dan suami serentak. Kali
ini rasa lega luar biasa, seolah beban berat di pundak baru saja terangkat.
Bahagia yang tak bisa dilukiskan, syukur tiada henti kepada Allah. Jika Allah
berkata Kun, maka fayakun.
“Selamat ya
pak,” ujar dokter paruh baya nan cantik itu pada kami. Ucapan selamat yang
begitu indah terdengar di telingaku saat itu. Kami pulang dengan senyum yang
sama-sama mengambang di bibir. Akhirnya doa ini diijabah Allah, lirih dalam
hati kuberbisik, Ya Allah jagalah dia yang ada di rahimku, tumbuhkanlah dengan
sehat dan sempurna, dan pantaskanlah kami berdua atas amanahMu ini. Janin kecil
itu berkembang hingga 40 minggu di dalam rahimku. Hingga pada akhirnya Senin,
31 Maret 2014 Allah perkenankan seorang bayi laki-laki itu lahir dengan
karunia-Nya.
Ini bukan
hanya tentang keinginan untuk memiliki keturunan, tapi jauh di atas itu, ini
tentang segala keikhtiyaran dan ujian tentang prasangka baik kepada Tuhan. Betapa
maha baiknya Allah bahwa setelah perjuangan panjang dan air mata yang entah
seberapa, Allah perkenankan hadir buah cinta kedua, tepat dua tahun setelahnya.
Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan???***
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer





6 komentar:
Menjadi smangat membaca postingan mb ulvina .sy mengalami bo 4x mb dan skrg msh berjuang
Mbak aku juga pco ðŸ˜
Aku trakhir haid 20 januari , aku tespek maret hasilnya negatip, trus pergi ke dokter spog katanya aku pco, di kasih obat diapormin, sampe skrg belum mens, malah positif di tespek mbak , pas ke dokter lagi di periksa trnyata baru kantung janin aja,
Nanti 2 minggu kedepan aku suruh ke dokter lagi. Mbak do.ain ya hehe moga aku gak BO . 🙃
Subhanallah, ternyata ujian mba lbh berat lagi. Semangat terus ya mba, smg segera Allah hadirkan malaikat kecil itu
Aamiin ya Rabb, smg Allah perkenankan ya mba. Ditunggu kabar bahagianya
Aku jg mengalami mba,agustus lalu kuretase karna bo, menstruasi dgn siklus 40hari, smpe skg blm positif krna d diagnosa pcos
Beli obat herbalnya caranya gimana mb?
Posting Komentar