Pages

Rabu, 29 Juni 2011

Kubaca Lagi Langkah Kita

Posted by Ulvina Haviza On 20.26 2 comments


Kembali mencoba merenungi kata-katamu beberapa hari belakangan, sepertinya kau sudah bisa sedikit bangkit dari keterpurukan dan masalahmu. Suaramu sudah tak lagi galau kudengar saat meneleponku. Terdengar lebih ringan.
Seperti biasa, kau mendata satu-persatu keluhan dan masalahmu untuk kudengarkan, begitupun aku. Kupikir, inilah indahnya pertemanan. Aku teringat, saat kau bilang sentuhan itu tak terelakkan, aku berusaha menasehatimu untuk tetap menjaga, bahkan sampai menyinggung-nyinggung masalah prinsip. Tapi tahukah kau betapa munafiknya aku, belakangan aku lakukan apa yang kukatakan agar jangan kau melakukannya. Aku jadi teringat sebuah hadist nabi, “seseorang akan diuji dengan apa yang telah dikatakannya”. Dan itulah yang terjadi pada diriku sekarang.
Kemarin, kuadukan hal ini padamu, saat aku kembali berkesempatan menghubungimu. Aku sangat bersyukur, kau tak mecapkan label kemunafikan itu pada diriku,malah mengulangi bait-bait kata yang dulu pernah kuucapkan padamu. Aku jadi tersenyum, hanya tersenyum. Ada terasa luka menganga di dadaku.
Sungguh iri pada perkembanganmu. Begitu kuat kini kau menjaga azammu, memelihara kehormatanmu, memupuk keinginan untuk berhasil dan juga semangat menulismu. Ah, betapa jauh tertinggalnya diriku. Bahkan sempat aku berandai-andai, meski Rasulullah telah melarang kebiasaan ini, tapi ini bukanlah pula jadi kebiasaan bagiku. Hanya saja sedang terpikir, andai kita tetap berjuang bersama, andai aku tetap di sampingmu tanpa jarak ratusan kilo memisahkan kita, andai bisa kita bertatap muka, tak hanya dengan cerita yang mengalir lewat udara saja, andai, andai dan andai lainnya. Mungkin aku akan jadi lebih kuat dalam prinsip ini, mungkin tak akan kulanggar hal yang telah kupahami batasannya, mungkin semangatku tak kan seluntur ini, mungkin, mungkin,mungkin……  karena ada kau di sisiku dan kita bisa berjuang bersama-sama. Bergulat dalam pikiranku sendiri, yang akhirnya membuatku jadi termasuk ke dalam golongan dari hamba-hamba yang kurang bersyukur. Astagfirullah.
Kuingat-ingat lagi. Bukankah kita telah sama-sama bersepakat bahwa jalan ini tak mudah. Maka disinilah letak ujiannya. Tahukah kau, aku jadi semakin merindukanmu. Lebih rindu dari sebelum-sebelumnya. Terlebih semenjak kau menyebutku ‘saudara jiwa’. Aku jadi sungguh tersanjung, bahkan merasa malu sambil terus berpikir. Pantaskah kau menyebutku begitu? Saudara bagi jiwamu. Yang jelas aku terus berdoa pada Allah agar selalu menyatukan jiwa-jiwa kita dalam iman dan taqwa pada-Nya. Begitu saja cukup. Aku tak akan lagi berusaha memaksa-maksa takdir agar menempatkanmu disisiku, dekat denganku. Cukup jualah kau sebagai saudara jiwaku.***Ulvina Haviza



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 komentar:

entah kenapa membaca tulisan ini, terasa ada yang menyesak di jiwaku. teriring do'a untuk mu disana, dimanapun kita berada, tetap ukhuwah ini kuharap abadi selamanya. :)

Amiin ya Rabb, rasa rindu padamu semakin menggunung. Andai engkau bisa hadir di hari bahagiaku....ah, jarak ini. Doakan aku bisa pulang ke kampung kita secepatnya....

Posting Komentar