Banyak sekali hal yang ingin
kutanyakan padanya saat menatap wajah riang itu. Berapakah umurnya? Apa yang
sedang ada dipikirannya sore itu? Mengapa ia masih bisa tersenyum sesumringah
itu? Apa yang sedang dibawanya dalam gerobak tuanya? Dan masih banyak
pertanyaan-pertanyaan lainnya, terutama tentang sebegitu sulitnya kehidupan
menghimpitnya, hingga kaki tuanya tak teralas meski dengan dengan sandal
terjelek dan termurah sekalipun.
Ya, yang pertama kali tertatap
adalah kaki tuanya yang hitam dan pecah-pecah. Mungkin karena terlalu lama
tersengat teriknya matahari. Dan debu jalanan, jangan ditanya lagi, sudah
menempel tebal menyelimuti kaki lusuh itu. Tapi si Pak tua it terus berjalan
perlahan dengan kaki tuanya membelah bisingnya kemacetan jalanan ibu kota sore
itu, tanpa alas. Untuk ukuran si Pak tua mungkin langkah kakinya itu sudah
sangat cepat.
Namun, yang sama sekali tak
terlupakan adalah wajahnya, wajah si Pak tua. Terlihat cerah meski legam,
bersih meski tanpa perawatan, ditambah senyum riang dibibirnya meski gegigi
sudah tak beraturan. Aduhai, sayang aku mesti segera berlalu membelah jalan,
pun mengalahkan kemacetan ibukota, dan bahkan tak sempat bertanya nama.***
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer





0 komentar:
Posting Komentar